Menelusuri
tokoh masa lampau memang banyak kendala, mengingat kurangnya bukti tentang
keberadaan tokoh tersebut. Namun demikian, akan coba menelusuri siapa kiranya Mpu
Tantular, pendeta suci yang diagungkan, bahkan dijadikan nama museum Mpu Tantular.
Selain itu, dalam beberapa pustaka lontar, dan ‘Silsilah Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi’ [Seobandi, 1985], Mpu Tantular adalah:
Selain itu, dalam beberapa pustaka lontar, dan ‘Silsilah Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi’ [Seobandi, 1985], Mpu Tantular adalah:
a.
‘Silsilah Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi’
tulisan Ketoet Soebandi menguraikan bahwa: Mpu Bharadah [Mpu suci Pradah] berparyangan di
Lemah Tulis –Pajarakan, Jawa Timur, mempunyai tiga orang putra yakni: [1] Mpu Siwagandu
menikah dengan putri Mpu Wiraraga, [2] Ni Dyah Widawati, [3] Mpu Bahula menikah
dengan Dyah Ratna Manggali. Selanjutnya, pernikahan antara Mpu Bahula + Dyah Ratna
Manggali, menurunkan lima putra yakni: [a] Mpu Tantular-Mpu wiranatha, [b] Ni Dwi
Dwararika, [c] Ni Dewi Adnyani, [d] Ni Dewi Amartha Jiwa, dan [e] Ni Dewi Amartha Manggali.
b. ‘Babad Arya Bang Waya Biya Pinatih’ [Punia, Ketut I Gusti, 1997:1] menguraikan bahwa: ‘Empu Bradah maputra kakalih, kaping luwur Empu Siwa Gandu kaping kalih Empu Bahula, maputra limang diri, kaping duwur Empu Tantular sane catur istri’. ‘Empu Bradah berputra dua orang, yang sulung Empu Siwa Gandu, kedua Empu Bahula, dan Empu Bahula berputra lima orang yang sulung Mpu Tantular, keempat adiknya perempuan’.
c. ‘Babad Arya Pinatih’ [Pusdok, 1998:3] menguraikan sebagai berikut: mwah mpu witadharma maputra tatiga, kang jyesta mpu lampita, naruju mpu adnyana, ping untat mpu pastika. Semalih mpu lampita aputra rong siki pingajeng mpu kuturan, kang ari sira mpu pradhah. Semalih mpu kuturan, agriya ring lemah tulis. Mwah sira mpu pradhah, lunga ka deha, kasungsung antuk jagate ring deha, aputra sawiji atetenger mpu bahula. Semalih mpu bahula aputra rong siki, kang jyesta atengeran mpu Tantular kang ari mpu candra.
b. ‘Babad Arya Bang Waya Biya Pinatih’ [Punia, Ketut I Gusti, 1997:1] menguraikan bahwa: ‘Empu Bradah maputra kakalih, kaping luwur Empu Siwa Gandu kaping kalih Empu Bahula, maputra limang diri, kaping duwur Empu Tantular sane catur istri’. ‘Empu Bradah berputra dua orang, yang sulung Empu Siwa Gandu, kedua Empu Bahula, dan Empu Bahula berputra lima orang yang sulung Mpu Tantular, keempat adiknya perempuan’.
c. ‘Babad Arya Pinatih’ [Pusdok, 1998:3] menguraikan sebagai berikut: mwah mpu witadharma maputra tatiga, kang jyesta mpu lampita, naruju mpu adnyana, ping untat mpu pastika. Semalih mpu lampita aputra rong siki pingajeng mpu kuturan, kang ari sira mpu pradhah. Semalih mpu kuturan, agriya ring lemah tulis. Mwah sira mpu pradhah, lunga ka deha, kasungsung antuk jagate ring deha, aputra sawiji atetenger mpu bahula. Semalih mpu bahula aputra rong siki, kang jyesta atengeran mpu Tantular kang ari mpu candra.
Terjemahan
bebas:
‘Selanjutnya,
Mpu Wita Dharma berputra tiga orang, yang pertama bernama Mpu Lampita, yang
kedua bernama Mpu adnyana, dan yang ketiga bernama Mpu Pastika. Kemudian, Mpu Lampita
berputra dua orang yang pertama bernama Mpu Kuturan adiknya bernama Mpu Pradhah.
Lalu Mpu Kuturan berstana di Lemah Tulis. Kemudian Mpu Pradhah pergi ke daha,
disembah oleh penduduk daha, berputra seorang bernama Mpu Bahula, dan Mpu Bahula
berputra dua orang, yang pertama bernama Mpu Tantular adiknya bernama Mpu Candra.
Dari
ketiga uraian tersebut di atas jelas bahwa: ‘Mpu Tantular adalah putra dari Mpu
Bahula yang menikah dengan Dyah Ratna Manggali. Pernikahan keduanya melahirkan
lima putra, yang tertua bernama Mpu Tantular adiknya bernama Mpu Candra.
Uraian
di atas bersumber kutip langsung dari buku Kakawin Desa Warnanna Uthawi Nagara
Krtagama karya Prof. DRS. I Ketut Riana, S.U, terbitan KOMPAS [2009:10].
buku kakawin Desa Warnanna uthawi Nagara Kertagama |
Sekarang
akan kita cermati penafsiran dari Prof. I Ketut Riana soal identifikasi Mpu Tantular
yang namanya sekarang dijadikan nama museum Mpu Tantular di Sidoarjo, Jawa
Timur. Tokoh ini pula yang selama ini dipahami sebagai penyusun atau penggubah
kitab SUTASOMA yang di dalamnya terdapat kalimat sangat terkenal ‘Bhinekka Tunggal Ika Tan Hanna Dharma Magrwa’.
Bhinekka Tunggal Ika sekarang menjadi semboyan negara republik Indonesia yang
bergaruda Pancasila.
Kesimpulan
Prof. I Ketut Riana, Mpu Tantular merupakan putra sulung pasangan Mpu Bahula
dan Dyah Ratna Manggali. Mpu Tantular memiliki 4 saudara muda atau adik kandung
seayah seibu dimana satu antaranya bernama Mpu Candra.
Dengan
demikian, Prof. I Ketut Riana telah
menempatkan Mpu Tantular hidup pada jaman kerajaan Panjalu dan Jenggala, dua
kerajaan kembar hasil pembelahan negara yang dilakukan Erlangga maharaja Medang
yang beristana di Daha.
Dalam
catatan sejarah, Erlangga pindah dari istana Kahuripan ke Daha pada tahun 1041M
dan setahun kemudian, 1042M, meninggalkan keraton menyerahkan kekuasaan Panjalu
dan Jenggala pada dua putranya.
Dalam
naskah Serat Calonarang diriwayatkan pemerintahan Erlangga di Daha pernah mendapat perlawanan dari seorang tokoh
perempuan bernama Calon Arang. Untuk mengatasi keadaan, Erlangga mendapat bantuan
dari salah seorang gurunya, bernama Mpu Bharada.
Mpu
Bharada berhasil mengalahkan Calon Arang dimana sebelumnya terjadi pernikahan
antara Mpu Bahula, salah seorang muridnya, dengan
Ratna Manggali, seorang putri Calon Arang.
Pernikahan
itu merupakan satu setrategi dari Mpu Bharada untuk mengetahui kelemahan Calon
Arang.
Dari
riwayat itu, dapat kita anggap bahwa pernikahan antara Mpu Bahula dengan Dyah Ratna
Manggali terjadi ketika Erlangga masih sebagai maharaja Medang di Daha atau
antara tahun 1041M-1042M.
Dari
kronologis tahun kejadian, dapatlah kita duga, pasangan Mpu Bahula dan Dyah Ratna
Manggali menurunkan putra pertamanya [kelak bernama Mpu Tantular] sekitar setelah
tahun 1042M. Kita duga katakanlah Mpu Tantular, putra pertama pasangan Mpu Bahula
dan Dyah Ratna Manggali lahir sekitar tahun 1045M.
Atau
dapat kita duga, 5 putra pasangan Mpu Bahula dan Dyah Ratna Manggali sudah
lahir semua sekitar tahun 1055M.
Pertanyaan
selanjutnya adalah, siapa tokoh bernama Mpu Tantular yang selama ini banyak dipahami
sebagai penggubah kitab SUTASOMA yang hidup pada jaman Majapahit pemerintahan
ahir maharaja Sri Rajasanagara dyah Hayam Wuruk [1350M-1389M]?
Jika
kita ukur rentang waktu antara tahun 1045M [perkiraan tahun kelahiran Mpu Tantular]
sampai sekitar tahun 1365M [tahun ketika Mpu Prapanca penulis kakawin Deca
Warnanna atau Negarakertagama tidak lagi di istana Majapahit], maka ketemu
angka 320 tahun.
Mungkinkah
tokoh bernama Mpu Tantular, putra sulung pasangan Mpu Bahula dan Dyah Ratna Manggali
berusia sepanjang 320 tahun?
Atau naskah kitab SUTASOMA pada jaman Majapahit merupakan naskah saduran atau penulisan ulang yang dilakukan seorang pujangga keraton bernama Mpu Tantular keturunan kesekian dari Mpu Tantular putra sulung pasangan Mpu Bahula dan Dyah Ratna Manggali?
Perlu ada penjelasan atau penelitian lebih lanjut.
Dalam
buku judul Kakawin Desa Warnanna Uthawi Nagara Krtagama, Prof. I Ketut Riana
tidak memberi pemaparan soal itu.
Pembahasan
sekilas tentang siapa tokoh bernama Mpu Tantular oleh Prof. I Ketut Riana, lebih karena naskah sastra
yang jadi kajiannya, rontal dengan judul Kakawin Desa Warnanna [Nagara
Krtagama], merupakan satu koleksi museum Mpu Tantular, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
------------
SIWI
SANG
#SEJARAH #SUTASOMA #TANTULAR
#SEJARAH #SUTASOMA #TANTULAR
No comments:
Post a Comment