Sejarah, Sastra, dan Jurnalis Warga

  • Breaking News

    Saturday, April 5, 2014

    TAFSIR BARU SEJARAH RANGGAH RAJASA KEN AROK SANG AMURWABHUMI




    Serat Pararaton mengabarkan adipati Tumapel Tunggul Ametung wafat akibat pembunuhan berencana yang dirancang Ken Arok  dengan mengambinghitamkan Kebo Ijo. Ken Arok selamat, kebo Ijo sekarat. Ken Arok bersih padahal Pararaton menulis dialah pelaku pembunuhan itu. Ini artinya peristiwa wafatnya Tunggul Ametung tidak jelas siapa dalangnya. Karena yang kemudian naik sebagai penguasa Tumapel adalah Ken Arok, maka penulis serat pararaton membuat kisah keris mpu gandring yang digunakan Ken Arok menusuk Tunggul Ametung.



    Peristiwa yang lebih masuk akal adalah bahwa pada waktu itu di Tumapel terjadi penyerbuan dan menewaskan adipati Tunggul Ametung. Ken Arok bersama pasukannya bergerak memadamkan pemberontakan itu. Ken Arok bersama Pandita Lohgawe kemudian menghadap Kertajaya, melaporkan segala kejadian di Tumapel. Lantaran dianggap berjasa besar mengendalikan keamanan dan ketertiban umum di Tumapel, Ken Arok diangkat sebagai adipati mengganti kedudukan Tunggul Ametung. Karena titah raja, semuanya tentu mematuhi. Bagaimanapun ketika itu Tumapel bawahan Panjalu Daha. Segala peristiwa pasti dilaporkan ke kotaraja Daha.

    Dan dalang di balik peristiwa penyerbuan itu adalah Ken Arok tapi tidak ada yang mengetahuinya selain pandita Lohgawe. Ken Arok punya kepentingan besar atas kekuasaan Tumapel. Analisa Siwi Sang dalam buku Girindra:Pararaja Tumapel Majapahit, Desember 2013 menyimpulkan Ken Arok keturunan maharaja Jenggala sri maharaja Girindra raja penganut Siwa, maharaja Jenggala Kutaraja yang menggempur Kertajaya pada 1194M. Negarakertagama menyebut Ken Arok Ranggah Rajasa sebagai Girindratmasunu, Girindratmaja, artinya putra Girindra. Ia sangat berkepentingan menguasai timur Gunung Kawi bahkan tanah Jawa membangkitkan kembali kejayaan leluhurnya. Langkah pertama adalah menyingkirkan penguasa Tumapel adipati Tunggul Ametung. Langkah selanjutnya yang terbukti adalah mengincar tahta Kertajaya di Panjalu Kediri.

    Ken Arok berusia sekitar 21 tahun ketika naik menjadi adipati Tumapel. Usia yang mengandung semangat menggelora. Usia yang dipenuhi sikap berani menerjang segala apa. Pada masa itu Ken Arok adalah tokoh muda yang sedang bercita-cita membangkitkan Jenggala dari dari kungkungan kekuasaan Kertajaya.  

    Ken Arok menikahi Ken Dedes yang sudah memiliki putra hasil perkawinan dengan Tunggul Ametung bernama sang Panji Anengah Anusapati. Keputusan menikahi Ken Dedes merupakan setrategi Ken Arok mendapatkan dukungan para penganut Boddha. Pernikahan itu mendapat restu Pandita Purwawidada. Ken Arok bertambah kokoh.

    Pada 1204M Ken Arok nekad tidak menghadiri pertemuan agung di istana Daha. Sikap itu tentu saja bikin raja Kertajaya murka. Sebagai pejabat bawahan Panjalu, Ken Arok  berani mbalela pada titah sang raja. Suasana tentu memanas. Tetapi Ken Arok telah menyiapkan segala sesuatunya.

    Setelah kuat dukungan dari para pengikut maupun para pandita Siwa dan Boddha, pada awal 1205M, disaksikan para pemuka agama Siwa dan Boddha, Ken Arok memisahkan diri dari Panjalu, mengubah Tumapel sebagai kerajaan merdeka, menobatkan sebagai raja penerus kejayaan Jenggala, mengambil gelar abhiseka Sri Ranggah Rajasa sang Amurwabhumi.

    Beberapa bulan kemudian, masih pada 1205M, Ranggah Rajasa melancarkan serangan pertama ke Panjalu Daha.

    Raja Kertajaya yang tidak menduga serangan itu terpaksa menyingkir ke selatan sungai Brantas, mendapat perlindungan penduduk bhumi Lawadhan, Tulungagung sekarang.

    Sampai akhirnya Sri Kertajaya berhasil menduduki kembali singgasana istana Daha setelah penduduk Lawadan mengusir pasukan Ranggah Rajasa. Sebagai balas jasa atas segala pertolongan agung itu, 18 Nopember 1205M, raja Kertajaya menganugerahi desa atau thani Lawadan sebagai sima perdikan kerajaan.

    Meski serbuan pertama gagal menjungkalkan Kertajaya, Ranggah Rajasa tidak menghentikan upayanya menaklukkan Panjalu Daha. Sejak 1205M, kekuatan Tumapel yang merupakan bentuk baru kerajaan Jenggala bangkit mengemuka gigih menenggelamkan Panjalu Daha. Tumapel mengokohkan kekuatan di timur gunung Kawi, menaklukkan beberapa kerajaan yang dulu pernah menjadi bawahan Jenggala.

    Sampai 1210M, para putra Ranggah Rajasa sudah lahir baik dari permaisuri Ken Dedes maupun selir Ken Umang. Pararaton menulis, dari permaisuri Ken Dedes, Ranggah Rajasa Ken Arok menurunkan Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Guning Bhaya, dan Dewi Rimbi. Sementara dari Ken Umang, Ranggah Rajasa menurunkan Panji Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wregola, dan Dewi Rimbu.

    Sementara itu para pandita Siwa dan Boddha dari daerah Panjalu lebih mendukung pemerintahan Ranggah Rajasa di Jenggala Kutaraja. Itu karena di Kutaraja berdiam mahapandita Lohgawe yang memiliki nama besar di tanah Jawa dan juga mahapandita Purwawidada, pandita Boddha Mahayana yang mendukung Ken Arok.  

    Ketika Ken Arok berkuasa di Tumapel, Tunggul Ametung masih memiliki banyak pengikut dan beberapa saudara. Keberadaan mereka mendapat perhatian khusus dari Ken Arok. Raja Tumapel ini berusaha menjalin hubungan baik dengan para pengikut dan keluarga Tunggul Ametung. Setrategi yang kemudian dilakukan adalah menjodohkan putri bungsunya dari permaisuri Ken dedes yaitu Dewi Rimbi. Calon menantunya siapa lagi kalau bukan Mapanji Anusapati, putra sulung  pasangan Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Anusapati putra tiri Ken Arok. Merupakan yang tertua dari semua keturunan Ken Arok dan Ken Dedes.

    Pada sekitar 1221M Ken Arok menikahkan Anusapati dengan Dewi Rimbi. Ini penyatuan darah Ken Arok, Tunggul Ametung, dan Ken Dedes. Sungguh upaya cerdik. Pada waktu menikah, Anusapati berusia sekitar 19 tahun sementara Dewi Rimbi berusia sekitar 13 tahun.

    Penafsiran bahwa Anusapati menjadi menantu Ken Arok berdasarkan berita Negarakertagama dan prasasti Mula Malurung 1255M.

    Kakawin Negarakertagama pupuh 41/1 menulis: 

    bhatara sang anusanatha wka de bhatara sumilih wisesa siniwi. Artinya: bhatara anusanatha, putera Bhatara, berganti menguasai tahta.

    Bhatara sang anusanatha adalah tokoh yang dalam serat Pararaton ditulis sebagai Anusapati. Anusanatha artinya sama dengan anusapati atau anusaraja. Meski ada kemungkinan punya nama lain, selama ini para sejarawan cenderung mengenalnya sebagai Anusapati, putra kandung pasangan Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Wka berasal dari kata weka, artinya putra laki. Bhatara Sang Anusanatha wka de bhatara, artinya bhatara Sang Anusanatha putra dari bhatara Kagenengan Ranggah Rajasa Ken Arok. Bhatara Kagenengan adalah gelar anumerta Ranggah Rajasa karena didarmakan di Kagenengan.

    Kemudian berita prasasti Mula Malurung 1255M menyebut pendiri Tumapel Batara Siwa sang mokta ring dampar kencana adalah kakek Seminingrat. Batara Siwa adalah gelar anumerta Ranggah Rajasa. Ungkapan wafat di dampar kencana maksudnya bahwa Ranggah Rajasa pendiri kerajaan Tumapel —bukan kadipaten Tumapel—  yang wafat secara tidak wajar, terbunuh tanpa diketahui siapa dalang dan pelakunya.

    Penegasan mapanji Seminingrat dalam prasasti Mula Malurung yang menyebut sebagai cucu Batara Siwa itu mengandung makna bahwa ibu Mapanji Seminingrat atau permaisuri Sri Maharaja Anusapati adalah putri Ranggah Rajasa. 

    Jika Sri Maharaja Anusapati bukan menantu Ranggah Rajasa, sangat tidak pantas Mapanji Seminingrat mengaku cucu Ranggah Rajasa, yang lebih pantas mengaku cucu Tunggul Ametung. Berdasarkan Pararaton yang tepat sebagai kakek Seminingrat memang Tunggul Ametung. 

    Dengan demikian disimpulkan, berdasarkan sumber berita Pararaton, Negarakertagama, prasasti Mula-Malurung, Anusapati adalah putra tiri sekaligus putra mantu Ranggah Rajasa sang Amurwabhumi. 

    Anusapati dan permaisuri Dewi Rimbi menurunkan Mapanji Seminingrat dan Dewi Seruni. Seminingrat menikah dengan Waning Hyun, menurunkan Kertanegara, Turukbali, dan Cakreswara. Sementara Dewi Seruni menikah dengan Sastraraja lalu menurunkan Jayakatwang. Kembali ke sejarah Ranggah Rajasa Ken Arok setelah pernikahan Dewi Rimbi dengan Anusapati.

    Setrategi politik perkawinan yang dilakukan Ranggah Rajasa berhasil menyatukan kekuatan Tumapel Jenggala. Upaya cerdik ini cukup ampuh meredam kekuatan darah Tunggul Ametung, utamanya di daerah Katandan Sakapat Kalangbret Brang Kidul Tulungagung.

    Pada 1222M, pasukan Siwa dan Boddha pimpinan Ranggah Rajasa bergerak melintasi lembah gunung Kelud di utara sungai Brantas. Di padang Ganter atau sekarang kecamatan Nganteru, Tulungagung, bertemu pasukan Panjalu Daha yang menganut Wisnu. Kekuatan Siwa dan Boddha bersatu hantam kekuatan Wisnu. Pasukan besar Tumapel berhasil menggulung kekuatan Panjalu. Istana Daha jatuh ke tangan Ranggah Rajasa sang putra Girindra. 

    Maka sejak 1222M, Panjalu menjadi daerah kekuasaan Tumapel. Kakawin Decawarnanna menyebutkan, setelah menaklukkan Kertajaya, Rangga Rajasa menempatkan Jayasabha, putra Kertajaya, di Kadiri.  Jadi setelah Tumapel berhasil menjadi negara kesatuan, Ranggah Rajasa mengambil kebijakan menempatkan salah satu keturunan Kertajaya sebagai upaya mencegah pembalasan dari keturunan raja Kertajaya.
     
    Sementara itu Ken Arok menobatkan seluruh putra kandungnya dari permaisuri Ken Dedes sebagai anggota mahamentri Katrini. Sebagai yang tertua, Mahisa Wonga Teleng pantas menduduki jabatan Mahamentri hino atau putra makhota pertama disusul adiknya Panji Saprang sebagai mahamentri sirikan, lalu Guning Bhaya sebagai mahamentri halu. Karena Anusapati adalah suami dari Dewi Rimbi, Anusapati pantas diangkat sebagai mahamentri halu jika kelak Mahisa Wonga Teleng naik tahta.

    Berdasarkan Pararaton, Ranggah Rajasa sang Amurwabhumi wafat pada hari Kamis Pon, Minggu Landep, saat sedang makan, pada waktu senja, saat matahari sudah terbenam, ketika orang sudah menyiapkan pelita pada tempatnya, pada tahun 1168 saka atau 1246M. Penyebab wafatnya karena terbunuh oleh seorang Pengalasan dari Batil atas perintah Anusapati, lalu didarmakan di Kagenengan.

    Berdasarkan pembacaan Prasasti Mula Malurung bertarikh 1255M, Ranggah Rajasa disebut sebagai Batara Siwa, pendiri kerajaan Tumapel yang wafat di dampar kencana atau Batara Siwa sang Mokta Ring Dampar Kancana. Batara Siwa merupakan gelar anumerta Ranggah Rajasa alias Ken Arok.

    Ungkapan ‘Batara Siwa, pendiri kerajaan Tumapel yang wafat di dampar kencana’ dalam prasasti ini sangat cocok jika dihubungkan dengan berita Pararaton yang menyebut sebab wafatnya Ranggah Rajasa akibat pembunuhan yang dilakukan seorang Pengalasan dari Batil atas perintah Anusapati.

    Ungkapan wafat di dampar kencana mengandung arti bahwa sang raja wafat secara tidak wajar atau terbunuh. Sementara sesungguhnya siapa pembunuhnya, tidak diketahui. Karena yang kemudian bertahta di Tumapel adalah Anusapati, maka penulis Pararaton membuat kisah yang menyebut Anusapatilah dalang pembunuhan itu. Terkait tahun wafatnya, kiranya yang paling cocok berita Negarakertagama.

    Berdasarkan Negarakertagama, Ranggah Rajasa wafat pada 1227M dan mendapat gelar anumerta Batara Siwa, dicandikan sebagai Siwa di Kagenengan, disebut pula sebagai Batara Kagenengan,  dan didarmakan di Usaha sebagai Boddha. Ranggah Rajasa Ken Arok penganut Siwa, tapi didarmakan pula sebagai Boddha. Menunjukkan maharaja pertama kerajaan Tumapel ini sangat dihormati kalangan agama Boddha.

    ================
    SIWI SANG

    9 comments:

    1. Prasasti yang anda maksud mungkin prasasti kemulan yang berangka tahun 1116 saka yang nyebutkan diserang kerajaan dari sebelah timur dan meninggalkan istana katang katang. Prasasti lawadan hanya menyebutkan anugrah sima dan hak hak istimewa untuk warga lawadan dan memang prasasti terakhir yang sampai kepada kita dari kertajaya sebelum akhirnya diserang ken angrok pada tahun 1144 saka.

      ReplyDelete
      Replies
      1. prasasti Lawadhan memang ada sebagian kalimatnya yang aus. beberapa sejarawan seperti pak Dwi Cahyono yang meneliti prasasti Lawadan dalam rangka penentuan hari jadi Tulungagung kalo ndak keliru berpendapat atau menafsirkan bahwa latar belakang keluarnya prasasti Lawadan karena sebelumnya raja kertajaya mendapat pertolongan besar dari penduduk lawadan ketika kerajaannya diserang musuh dari timur.

        Prasasti kemulan lebih jelas menyebut hana satru sangke purwwa.

        Kiranya beberapa prasasti di selatan brantas termasuk prasasti Lawadan di Tulungagung punya latar belakany yang tidak jaug beda yaitu keluar setelah terjadi suatu pergolakan politik antara panjalu kediri dengan Janggala di timur gunung Kawi.

        Delete
    2. terimakasih. sebelumnya saya sampaikan, berharap komentar berikutnya tidak lagi menggunakan nama Anonil supaya lebih enak berbagi tanggapan.


      ReplyDelete
    3. saya berharap komentar tidak lagi menggunakan nama anonim. terimakasih.

      ReplyDelete
    4. This comment has been removed by the author.

      ReplyDelete
    5. nggih pak Sanyoto. Niki email saya: siwisangnusantara@gmail.com
      suwun.

      ReplyDelete
    6. Pak Siwi kalau arti nama dari Rajasa Sang Amurwabhumi itu apa ya ? maturnuwun sakderengipun

      ReplyDelete
    7. Pak Siwi kalau arti nama Rajasa Sang Amurwabhumi itu apa ya ? maturnuwun

      ReplyDelete
      Replies
      1. Rajasa Sang Amurwabhumi kiranya hampir sama maknanya dengan HAMENGKUBUWANA atau PAKUBUMI. Yang lebih sebagai penggambaran betapa besar kekuasaannya saat menjadi seorang raja. saya belum menemukan makna yang lebih jelas terkait makna Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi yang dimiliki Ken Arok. terimakasih.

        Delete

    Literatur

    Taktik Menulis

    Banjarnegara