Naiknya Kertajaya sebagai maharaja Panjalu Kediri rupanya membuat suasana
tanah Jawa kembali bergolak. Penyebabnya karena Kertajaya bukan putra mahkota
Kameswara. Ketika Kameswara wafat, seharusnya yang mendaki tahta di Panjalu
Kadiri adalah keturunan Kameswara dari Sasi Kirana. Itu artinya cucu raja
Jenggala yang berhak naik tahta Panjalu Kadiri. Bukannya Kertajaya, adik
Kameswara. Inilah yang memicu kemarahan pihak Jenggala di Kutaraja lalu
menggempur Panjalu Kadiri. Raja Jenggala waktu itu adalah Sri Maharaja Girindra,
ayah Sasi Kirana. Sri Maharaja Girindra juga memiliki putra selir yang dikenal
Pararaton sebagai Ken Arok.
Pasukan Girindra Jenggala
berhasil mendesak kekuatan Panjalu Kadiri. Raja Kertajaya mengungsi bersama
pasukan pimpinan Senapati Tunggul Ametung menuju Katandan Sakapat Kalangbrat,
Tulungagung. Secara tersirat peristiwa ini termuat dalam Prasasti
Kamulan, 31 Agustus 1194M atau bulan Palguna, ketujuh, tahun saka 1116.
Disebutkan dalam prasasti bahwa raja Kertajaya tersingkir dari istana Kadiri
akibat serbuan musuh dari arah timur. Penyerbuan terjadi sebelum keluarnya
Prasasti Kamulan.
Selama dalam pengungsian, Kertajaya menjadikan daerah Kalangbrat sebagai
keraton sementara Panjalu. Bersama sisa pasukan dan para pandita serta segenap
penduduk Katandan Sakapat Kalangbret, Senopati Tunggul Ametung giat menggalang
kekuatan merencanakan serangan balik.
Menjelang bulan ketujuh 1194M.
Setelah kekuatan terbangun kokoh, dengan semangat memberi pertolongan besar
kepada Maharaja Kertajaya, Senapati Tunggul Ametung menderapkan pasukannya ke
timur, menembus Alas Lodaya menuju Turen atau Turyantapada, terus berderap
menggempur Kutaraja dan berhasil menaklukkan kerajaan yang menganut agama Siwa
di timur gunung Kawi itu. Raja Jenggala Sang Girindra tersingkir dari Kutaraja
bersama sisa pengikutnya.
Setelah kembali bertahta di
Kadiri, Kertajaya berupaya mengembalikan ketentraman dan ketertiban negara.
Kebijakan penting pertama, menetapkan daerah di timur gunung Kawi, daerah bekas
pusat pemerintahan Janggala sebagai kadipaten amancanagara bernama Tumapel,
berada dibawah kekuasaan Panjalu Daha. Ibukota Tumapel tetap di Kutaraja.
Kertajaya menobatkan Senapati Tunggul Ametung sebagai penguasa pertama
kadipaten amancanagara Tumapel. Kebijakan raja ini dikeluarkan sebagai
penghargaan kepada Tunggul Ametung yang secara gemilang menunaikan tugas
negara.
Dapat dikatakan Tumapel berdiri
1194M. Wilayah kekuasaannya membentang di timur gunung Kawi ke timur sampai
gunung Brahma, berbatasan dengan Lumajang, ke utara berbatasan dengan Hering
—Bangil Pamotan— ke selatan sampai daerah Turen atau Turyantapada.
SIWI SANG
No comments:
Post a Comment