Sejarah, Sastra, dan Jurnalis Warga

  • Breaking News

    Monday, October 24, 2016

    Istana Kerajaan Majapahit yang dibangun Sri Jayanagara memiliki Benteng Pertahanan Terkuat Sepanjang Sejarah Majapahit


    Begitu Maharaja Sri Jayanagara memindah ibukota kerajaan Majapahit dari daerah Tarik ke Trawulan dengan membangun kota parit, tidak ada berita penyerbuan musuh baik dari dalam atau luar negeri yang mampu menjebol benteng kerajaan Majapahit.


    Setelah pemberontakan Rakuti yang dalam Serat Pararaton diriwayatkan berhasil melakukan kudeta atas pemerintahan Sri Jayanagara, tidak lagi terdengar atau tertulis dalam sumber sumber sejarah soal pemberontakan atau penyerbuan armada tempur dari luar yang berhasil menduduki istana kerajaan Majapahit. 

     


    Semakin kuat mendukung penafsiran Siwi Sang dalam buku GIRINDRA:Pararaja Tumapel-Majapahit yang antaranya menjelaskan bahwa  maharaja Sri Jayanagara telah membangun ibukota kerajaan Majapahit di Trowulan dengan sangat kokoh dan kuat. Selain mendidingi istana dengan benteng terbuat dari batu bata, Sri Jayanagara juga membangun parit parit sebagai pertahanan melingkari istana di kotaraja hingga kotaraja Majapahit dikenal sebagai kota parit. 


    Ada satu lagi peristiwa sebagaimana berita Serat Pararaton yang dapat digolongkan sebagai suatu upaya kudeta merongrong kekuasaan maharaja Sri Jayanagara yaitu apa yang dinamakan sebagai PATANCA atau Peristiwa pemberontakan TANCA. Meski menyebabkan wafatnya Sri Jayanagara, tapi Tanca tidak berhasil menduduki tahta kerajaan Majapahit. Artinya itu belum sampai pada upaya mendudukan istana sebagaimana sebelumnya yang dilakukan Rakuti.


    Pertahanan ibukota kerajaan Majapahit yang dibangun Sri Jayanagara sangat tangguh dapat kita baca pada masa pemerintahan selanjutnya, jaman Tribhuwanatunggadewi  [1329M-1350M] sampai jaman Hayam Wuruk [1350M-1389M], tidak ada berita pemberontakan atau penyerbuan sampai menduduki istana kerajaan Majapahit.


    Sampai kemudian pada jaman pemerintahan Sri Maharaja Singawikramawardhana Dyah Suraprabhawa yang mulai naik tahta sebagai maharaja Majapahit tahun 1466M, terjadi suatu peristiwa besar tahun 1478M yaitu penyerbuan empat putra Sang Sinagara dipimpin Bhre Kahuripan Dyah Samarawijaya yang berhasil menduduki istana dan menyebabkan maharaja Majapahit Dyah Suraprabhawa mokta ring kadaton atau gugur di dalam Keraton.


    Perang besar tahun 1478M antar keluarga Girindra Majapahit itulah yang menyebabkan ibukota kerajaan Majapahit di Trowulan hancur.


    Ibukota kerajaan Majapahit di Trowulan yang dibangun Sri Jayanagara pada ahirnya tidak dipertahankan lagi. Sebagaimana penafsiran SIWI SANG, Majapahit kemudian pindah ibukota ke daerah Keling dan terahir di kota Daha Kadiri.


    Selain karena kehancuran ibukota di Trowulan, perpindahan itu juga karena para putra Sang Sinagara menganggap Dyah Suraprabhawa, sang paman, sebagai musuh yang telah mengotori tahta kerajaan Majapahit di Trowulan. [ http://www.siwisangnusantara.web.id/2016/10/tafsir-sejarah-tentang-perpindahan.html ]   



    =========

    SIWI SANG

    GIRINDRA:Pararaja Tumapel-Majapahit


    Literatur

    Taktik Menulis

    Banjarnegara