Menurut Zamakhsyari Dhofier [Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Jakarta: LP3S, edisi kedelapan, 2011], masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dari pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik sembahyang lima waktu, khutbah dan sembahyang Jum’ah, dan pengajaran kitab kitab Islam klasik.
Zamakhsyari Dhofier juga menulis, kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional. Dengan kata lain, kesinambungan sistem pendidikan Islam yang berpusat pada masjid sejak Masjid Qubba didirikan dekat Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW tetap terpancar dalam sistem pesantren. Sejak jaman Nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam. Di mana pun kaum muslimin berada, mereka selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat pendidikan, aktivitas administrasi dan kultural. Bahkan dalam zaman sekarang pun di daerah di mana umat Islam belum begitu terpengaruh oleh kehidupan barat, banyak ditemukan para ulama yang dengan penuh pengabdian mengajar para muridnya di masjid, serta memberi wejangan dan anjuran kepada murid murid tersebut untuk meneruskan tradisi yang terbentuk sejak zaman permulaan Islam itu.
Dalam perkembangannya, sesuai dengan perkembangan jumlah santri dan tingkatan pelajaran, dibangun tempat atau ruangan ruangan khusus untuk halaqah halaqah. Perkembangan terakhir menunjukkan adanya ruangan ruangan yang berupa kelas kelas sebagaimana yang terdapat pada madrasah madrasah. Namun demikian, masjid masih tetap digunakan sebagai tempat belajar mengajar. Pada sebagian pesantren, masjid juga berfungsi sebagai tempat I’tikaf dan melaksanakan latihan latihan dan dzikir, maupun amalan amalan lainnya dalam kehidupan tarekat dan sufi.
===============
SIWI SANG
masjid sunan Muria poto koleksi perpustakaan universitas Leiden Belanda. |
No comments:
Post a Comment