Tak perlu sekolah. Kamu dapat membaca tapi tanpa tulisan dan dapat menulis tapi tanpa papan. Begitu yang disampaikan ayahnya kepada mbok Gimah.
Ayahnya
bernama Giran, menikah tahun 1951. Saat mbok Gimah umur 36 hari, ibunya
meninggal. Ia kemudian diasuh ayahnya yang duda. Ayah tidak mau menikah lagi
sampai ahir hayat. Jadi mbok Gimah dapat dikatakan sebagai anak yatim, ontang
anting kebanting tidak memiliki saudara kandung.
Karena
keluarga duda, mbok Gimah dan ayahnya selalu makan di warung makan mbah Ponah,
langganannya. Suatu ketika ayahnya punya utang banyak yang belum terbayar di
warung mbah Ponah. Mau ngamen tidak ada teman. Terpaksa bapaknya mengajak mbok
Gimah pergi ngamen berdua cari uang untuk melunasi utang.
Sebenarnya
seni Kentrung harus dimainkan 4 orang. Tidak akan berjalan baik jika tidak
dimainkan 4 orang. Sebab tabuhannya ada 4 jenis. Apa yang dilakukan mbok Gimah
dan ayahnya lebih karena pada waktu itu ayahnya tidak memiliki teman main
Kentrung untuk ngamen. Sementara kebutuhan ekonomi mendesak terus. Terpaksa
mereka memainkan Kentrung berdua. Ayahnya menabuh kendang, mbok Gimah bagian
nyanyi.
Dari
kegiatan ngamen itu, mereka berhasil mengumpulkan uang melunasi utang di warung
mbah Ponah. Beberapa waktu kemudian ada tambahan satu teman main yaitu budenya atau
kakak perempuan dari ibu. Itu berlanjut sampai mbok Gimah menikah.
Setelah
ayahnya meninggal, mbok Gimah ngamen Kentrung bersama suami. Cara ngamennya
tidak lagi mendatangi tiap pintu rumah, melainkan memainkannya di beberapa tempat
keramaian seperti perempatan desa lalu ditonton banyak orang. Atau menuju rumah
orang tertentu yang ingin nanggap Kentrung. Berbeda ketika tampil di panggung
sekarang, dulu ketika ngamen, mbok Gimah hanya menampilkan beberapa babak lakon
pendek kemudian pindah tempat lain.
Sampai
sekarang Mbok Gimah ternyata tidak dapat membaca dan menulis. Ketika kecil
dulu, mbok Gimah pernah menyampaikan keinginannya untuk sekolah. Mbok Gimah
menyadari jika tidak sekolah maka tidak dapat membaca dan menulis. Tetapi
ayahnya malah mengatakan jika dirinya akan dapat membaca dan menulis meski
tidak sekolah.
“Tak perlu sekolah. Kamu
dapat membaca tapi tanpa tulisan dan dapat menulis tapi tanpa papan,” Begitu yang
disampaikan ayahnya kepada mbok Gimah.
Meski
sampai sekarang mbok Gimah tidak dapat membaca dan menulis, ia tetap bersukur
karena memiliki kelebihan daya ingat. Meski tidak pernah membaca beberapa
naskah babad atau cerita rakyat yang selalu ditampilkan dalam pentas Kentrung,
mbok Gimah mampu menghapal lakon lakon atau cerita yang sebelumnya pernah
disampaikan ayahnya maupun orang lain. Barangkali itu yang dinamakan bahwa mbok
Gimah dapat membaca tanpa tulisan dan dapat menulis tanpa papan.
-------
BERSAMBUNG
SIWI SANG
No comments:
Post a Comment