Sejarah, Sastra, dan Jurnalis Warga

  • Breaking News

    Monday, July 6, 2015

    Mbok Gimah Dalang Kentrung Tulungagung [2]

    Mbok Gimah dan pak Bibit saat tampil di Balai Budaya Tulungagung ahir tahun 2014. Mbok Gimah sebagai dalang menabuh kendang besar. Pak Bibit sebagai penyenggak menabuh Jidor kecil, jidor besar, dan ketipung.

    Ketika bicara Kentrung Tulungagung, hampir setiap orang pasti ingat nama mbok Gimah, dalang Kentrung SETIA RUKUN. Kini mbok Gimah menjadi satu satunya dalang Kentrung Tulungagung yang tersisa. 

     

    Kentrung merupakan satu kesenian tradisi yang dimainkan seorang Dalang dan Penyenggak dengan diiringi 4 alat musik yaitu kendang besar, jidor [rebana] kecil, jidor besar, dan kendang kecil atau ketipung. Jaman dulu tiap alat musik ditabuh satu orang, sehingga dalam satu grup seni Kentrung harus dimainkan 4 orang. Tetapi dalam perkembangannya sekarang, grup Kentrung Tulungagung SETIA RUKUN berisi 2 orang, yaitu mbok Gimah sebagai Dalang dan pak Bibit sebagai Penyenggak.

    Dalang Kentrung berperan membawakan narasi utama lakon cerita, mengisi suara satu tokoh cerita, dan sebagai penabuh kendang besar. Sementara penyenggak yang menjadi lawan main dalang Kentrung berperan menimpali perkataan dalang, lebih banyak menyanyi, sekaligus pengisi suara salah satu tokoh cerita. Ini yang antaranya membedakan dengan pentas pewayangan dimana seorang dalang wayang mengisi suara semua tokoh.

    Kentrung menurut mbok Gimah sebenarnya tanpa nada. Aliran lagu dan tabuhan alat musiknya keluar secara alami. Tabuhan kendang dan 3 alat musik lainnya memiliki ciri suara tersendiri dan lantunan lagu serta tandak memiliki karakter yang berbeda dengan gaya seni Jawatimuran macam Ludruk.


    Adapun unsur dominan dalam kesenian Kentrung sebenarnya lebih pada lakon cerita yang dituturkan dalang. Seni Kentrung berpokok pada Sastra Tutur. Jadi yang menjadi pakem dalam Kentrung lebih kepada pelakonan atau bagaimana menampilkan lakon ketika pentas. 

    Meski berangkat dari Sastra Tutur, seni Kentrung memiliki perbedaan dengan seni pewayangan terutama dalam hal sumber cerita yang menjadi pelakonan. Selama ini seni Kentrung lebih banyak melakonkan cerita berdasarkan Tutur Tinular dan naskah Babad atau cerita rakyat. Seorang dalang Kentrung seperti mbok Gimah tidak mungkin menampilkan cerita naskah pewayangan.

    Lakon dalam pagelaran Kentrung Tulungagung banyak mengambil dari cerita beberapa Babad seperti Babad Tanah Jawi, Babad Demak, Babad Tulungagung, dan naskah lainnya. Kisah Islami seperti riwayat para nabi dan Walisongo juga kerap menjadi sumber cerita Kentrung.

    Beberapa judul lakon yang kerap dipentaskan mbok Gimah bersama grup Kentrung SETIA RUKUN antaranya Laire Pusaka Tulungagung, Syeh Subakir Pasang Tumbal di Tanah Jawa, Nabi Yusuf, Sunan Kalijaga, Marmaya, Ajisaka, dan lainnya. Kadang kadang penanggap pesan lakon tertentu disesuaikan jenis hajatnya. Tiap melakonkan cerita selalu menghadirkan pesan pesan  moral budi pekerti tentang bagaimana menjalani hidup secara baik.

    Mbok Gimah banyak mendapat lakon cerita dari ayahnya. Ia tidak pernah membaca cerita tetapi mendapat cerita yang dituturkan ayahnya. Jadi kemampuannya menampilkan berbagai lakon dalam pentas Kentrung lebih pada ketajaman ingatan mendengar cerita sebelumnya.

    Kentrung berkaitan dengan kebakatan. Jika tidak bakat, seseorang akan sulit menjadi pelaku seni Kentrung. Demikian pendapat mbok Gimah.



    --------
    BERSAMBUNG
    SIWI SANG

    No comments:

    Post a Comment

    Literatur

    Taktik Menulis

    Banjarnegara