Tanpa niat menangguk untung,
penghuni tanah ini menyemai benih benih murni jiwa jiwa sejati, menjadi kuwung
sejarah nusantara, melengkung mulai Medang bhumi Mataram sampai Wilwatikta,
bahkan hari ini. Watukura Dyah Balitung, Mpu
Sindok, Erlangga, Aryeswara, Kertajaya, Rajapatni Gayatri,
Tribhuwanatunggadewi, Hayam Wuruk, Kertawijaya, dan masih beberapa lagi
tokoh tokoh luhur meneguk pertolongan agung bumi Banarawa. Tunggul Ametung kesatria luhung
Kalangbret. Jiwa besarmu mengabdi pada Kertajaya melahirkan Tumapel. Di atas segala berita mereng yang kudengar
mengenaimu, aku ngerti kenapa para cucu buyutmu bersemayam di sini, mengisap
sari luhungnya, menjadi humus peradaban. Mahisa Wonga Teleng, Sanggramawijaya,
Rajapatni Gayatri, Wikramawardhana, Kertawardhana, Jaka Tingkir, pangeran
Benawa, kembali ke tanah leluhur sendiri. Tapi kini lihatlah cucu buyutmu
di abad digital. Kuntum kuntum gemilang masa depan itu semakin tergerus ornamen ornamen
jaman, rupa rupa kemajuan. Keluhungan masalampau lengang, menjadi batu batu
pada monitor monitor, pada setiap reklame kemerdekaan dunia virtual. Lihatlah
batu batu itu tekun menonton batu batu. Harusnya mereka pelesir ke Popoh atau
Molang, tenggelamkan diri dalam debur kesunyian, belajar pada jingking
kepiting, pada burung burung laut, pada kelelawar kelelawar goa, supaya kembali
ngerti luhungnya Tulungagung. Rajapatni Gayatri perempuan
sejati. Jika engkau di sini, tentu sepakat, sejarah panjang Tulungagung belum
sepenuhnya tamat. Engkau tentu sepakat, Tulungagung memiliki keberagaman
budaya, keberagaman daya cipta. Jika engkau hidup di abad digital ini, tentu
menasihati kami kami supaya cerdas kreatif mengelola kekayaan lokal, supaya
warisan luhung nusantara tidak tenggelam tanpa jejak, tanpa peninggalan. Tumenggung Surantani. Kebesaran
namamu kini menjadi gumam kerumunan. Alas Wajak yang dulu kaukuak, kini
dirimbuni ampak ampak. Riwayatmu menari nari di
warung warung kopi. Dan wahai Abu Mansur. Lihatlah
batu batu itu masih tekun menonton batu batu. Lihatlah jiwa jiwa sejati masih
lalai riwayat luhung tanah sendiri.
No comments:
Post a Comment