TIDAK ADA penulis buku sejarah yang sempurna. Semua punya kekurangan
dan kelemahan. Ada banyak sebab mengapa penulis buku sejarah melakukan
kesalahan tafsir dan penulisan. Dapat karena kurang bahan data, kurang
jitu dalam menginterpretasikan sumber data, atau malah ada unsur
kesengajaan. Yang perlu kita pahami bersama adalah kita jangan fanatik
pada satu tafsir sejarah atau jangan fanatik pada penulis buku sejarah
tertentu. Tidak
jamannya lagi kita hanya merujuk pada pendapat profesor akademik. Mereka
juga punya potensi keliru atau kurang jitu dalam melakukan interpretasi
atau penafsiran sejarah. Contoh di sini adalah penafsiran Prof I
Ketut Riana dalam bukunya Kakawin Desa Warnnana uthawi Nagara Krtagama
[cetakan ketiga, Nopember 2009].
Saya tampilkan pada kesempatan ini karena buku karya beliau selama ini menjadi rujukan utama sebagian banyak orang atau penulis atau pemerhati sejarah Majapahit. Buku ini memang penting untuk melengkapi literatur atau reverensi pembacaan sejarah Majapahit, melengkapi buku sejenis yang lebih dulu hadir seperti buku Negarakertagama dan Tafsir Sejarahnya karya Prof. Slamet Muljana.
Hanya buku karya Prof I Ketut Riana masih terdapat beberapa penafsiran yang harus dibenahi karena bertentangan dengan sumber data yang ada.
Apa yang terjadi jika kita merujuk tafsir sejarah yang kurang atau tidak jitu? Yang terjadi adalah memunculkan kekeliruan kekeliruan baru dalam penafsiran sejarah.
Oleh karena itu, tanpa mengurangi hormat, saya coba berpendapat membenahi atau mengoreksi pendapat atau tafsir sejarah Prof I Ketut Riana kususnya sekitar soal silsilah keluarga maharaja Majapahit Sri Rajasa Nagara dyah Hayam Wuruk [1350M-1389M].
Saya tampilkan pada kesempatan ini karena buku karya beliau selama ini menjadi rujukan utama sebagian banyak orang atau penulis atau pemerhati sejarah Majapahit. Buku ini memang penting untuk melengkapi literatur atau reverensi pembacaan sejarah Majapahit, melengkapi buku sejenis yang lebih dulu hadir seperti buku Negarakertagama dan Tafsir Sejarahnya karya Prof. Slamet Muljana.
Hanya buku karya Prof I Ketut Riana masih terdapat beberapa penafsiran yang harus dibenahi karena bertentangan dengan sumber data yang ada.
Apa yang terjadi jika kita merujuk tafsir sejarah yang kurang atau tidak jitu? Yang terjadi adalah memunculkan kekeliruan kekeliruan baru dalam penafsiran sejarah.
Oleh karena itu, tanpa mengurangi hormat, saya coba berpendapat membenahi atau mengoreksi pendapat atau tafsir sejarah Prof I Ketut Riana kususnya sekitar soal silsilah keluarga maharaja Majapahit Sri Rajasa Nagara dyah Hayam Wuruk [1350M-1389M].
buku karya prof I Ketut Riana judul Kakawin Desa warnnana uthawi Nagara Krtagama |
Dalam buku Kakawin Desa Warnnana uthawi Nagara Krtagama, beliau Prof Ketut Riana terlihat masih bingung soal silsilah pararaja Majapahit. Prof Ketut Riana menggunakan acuan kitab Negarakertagama untuk menyusun silsilah pararaja Majapahit. Memang buku itu kusus menafsir kitab Negarakertagama. Hanya Prof Ketut Riana tidak menengok sumber lain sebagai perbandingan misal Serat Pararaton, yang menurut kajian saya dan beberapa kajian terbaru memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi ketika memberitakan silsilah pararaja Majapahit.
Kekeliruan atau kekurangjituan Prof Ketut Riana soal silsilah Pararaja Majapahit antaranya ketika membicarakan keluarga raja Hayam Wuruk. ini ditampilkan dalam halaman 33.
Sinopsis tafsir sejarah Prof I Ketut Riana seputar silsilah keluarga Hayam Wuruk dalam buku Kakawin Desa Warnnana uthawi Nagara Krtagama |
Prof Ketut Riana menulis: pernikahan Sri Tri Bhuwana Wijaya Tungga Dewi melahirkan TIGA putra yakni Baginda Raja Rajasa Nagara, serta adiknya, dua putri, yakni Bhra Lasem menikah dengan Raja Matahun yang bergelar Sri Rajasa Wardhana, kedua Bhra Pajang menikah dengan Raja Paguhan yang bergelar Singa Wardhana berkuasa di Pawanuhan. Pernikahan antara Dyah Raja Dewi Maha Rajasa dengan Raja Wengker - Sri Wijaya Rajasa menurunkan seorang putri cantik bernama Dyah Indudewi yang dijadikan PERMAISURI oleh Baginda Raja Hayam Wuruk, dan menurunkan putri tunggal bernama Dyah Kusuma Wardhani sebagai Rani Kabalan bersuamikan Sri Wikrama Wardhana, sebagai menantu diangkat menggantikan Baginda Raja, setelah Raja Rajasa Nagara wafat.
Lebih jauh, disebutkan pula putra Baginda Raja Hayam Wuruk [selir] adalah Baginda Bhra Wira Bhumi berpasangan dengan Bhra DAHA putri Bhra Lasem yang bernama Sri Nagara Wardhani.
Itu yang ditulis Prof Ketut Riana.yang merupakan sinopsis dari terjemahannya atas naskah Kakawin Megarakertagama bagian yang membicarakan keluarga raja Hayam Wuruk.
Prof Ketut Riana berpendapat keturunan Tribhuwanatunggadewi dan Bhre Tumapel Sri Kertawardhana ada 3 yaitu Hayam Wuruk, Bhre Lasem permaisuri Bhre Matahun Sri Rajasawardhana, dan Bhra Pajang permaisuri Bhre Paguhan Singawardhana.
Prof Ketut
Riana berpendapat, pasangan Bhre Daha Rajadewi Maharajasa [dyah Wiyat]
dengan Bhre Wengker Sri Wijayarajasa menurunkan seorang putri bernama
Dyah indudewi yang menjadi PERMAISURI Hayam Wuruk.
Prof Ketut
Riana berpendapat, pasangan Dyah Indudewi dan Hayam Wuruk menurunkan
seorang putri bernama Dyah Kusumawardhani yang menjadi ratu di Kabalan.
Prof Ketut Riana berpendapat, putra selir Hayam Wuruk yaitu Bhre
Wirabhumi menikah dengan Bhra Daha putri Bhra Lasem yang bernama Sri
Nagarawardhani.
Semua pendapat atau tafsir Prof Ketut Riana yang
saya tampilkan tadi tidak jitu alias harus direvisi karena tidak sesuai
atau bertentangan dengan data sejarah yang ada dalam Kakawin
Negarakertagama dan Serat Pararaton.
Dalam soal tafsir silsilah pararaja Majapahit kususnya seputar keluarga Hayam Wuruk, kiranya dapat diperbandingkan dengan buku Negarakertagama dan Tafsir Sejarahnya karya Prof Slamet Mulyana dan buku GIRINDRA:Pararaja Tumapel-Majapahit karya Siwi Sang. Ketika membahas silsilah keluarga Hayam Wuruk, dua buku ini terlihat lebih mantap dari bukunya prof I Ketut Riana. Kita simak saja. Berikut ini bahasan saya untuk menyanggak tafsir prof I Ketut Riana merujuk dua buku itu dan pendapat atau tafsir dari sejarawati Nia Kurnia Sholihat Irfan.
Dalam soal tafsir silsilah pararaja Majapahit kususnya seputar keluarga Hayam Wuruk, kiranya dapat diperbandingkan dengan buku Negarakertagama dan Tafsir Sejarahnya karya Prof Slamet Mulyana dan buku GIRINDRA:Pararaja Tumapel-Majapahit karya Siwi Sang. Ketika membahas silsilah keluarga Hayam Wuruk, dua buku ini terlihat lebih mantap dari bukunya prof I Ketut Riana. Kita simak saja. Berikut ini bahasan saya untuk menyanggak tafsir prof I Ketut Riana merujuk dua buku itu dan pendapat atau tafsir dari sejarawati Nia Kurnia Sholihat Irfan.
Ini kesalahan Pof Ketut Riana dalam menafsir
atau mengidentifikasi siapa permaisuri Sri Hayam Wuruk atau siapa tokoh
bernama Indudewi.
Permaisuri Sri Hayam Wuruk jelas bukan INDUDEWI. INDUDEWI atau Sri Rajasa Duhita Indudewi Anindita adalah permaisuri Raja Matahun Sri Rajasawardhana dyah Larang. Dalam Kakawin Negarakertagama, Indudewi merupakan ratu Lasem I. Berdasarkan pembacaan Serat Pararaton, ratu Lasem I Indudewi pindah sebagai ratu Daha setelah ibunya wafat yaitu bhre Daha Rajadewi Maharajasa dyah Wiyat. Jadi yang dimaksud sebagai Bhre Daha ibu dari Nagarawardhani adalah bhre Daha Indudewi.
Permaisuri Sri Hayam Wuruk jelas bukan INDUDEWI. INDUDEWI atau Sri Rajasa Duhita Indudewi Anindita adalah permaisuri Raja Matahun Sri Rajasawardhana dyah Larang. Dalam Kakawin Negarakertagama, Indudewi merupakan ratu Lasem I. Berdasarkan pembacaan Serat Pararaton, ratu Lasem I Indudewi pindah sebagai ratu Daha setelah ibunya wafat yaitu bhre Daha Rajadewi Maharajasa dyah Wiyat. Jadi yang dimaksud sebagai Bhre Daha ibu dari Nagarawardhani adalah bhre Daha Indudewi.
Negarakertagama wirama 5/12 terjemahan Prof I Ketut Riana:
wwanten tari haji ri wilwatikta rajni
sang munggwing lasem anuraga ring kahaywan
putri sri narapati ring daha prakaca
sang sri rajasa duhitendudewyanindya.
ada adinda baginda raja di wilwatikta [majapahit]
yang bermukim di lasem sangat terkenal kecantikannya
putri baginda raja daha tersohor kejelitaanya
bernama indudewi amat jelita putri sri rajasa [wijaya rajasa]
Kakawin Negarakertagama menyebut ratu Lasem Sri Rajasa Duhita Indudewi Anindita sebagai adik perempuan sang raja Majapahit Hayam Wuruk. Ini maksudnya adik sepupu. Karena ratu Lasem Indudewi adalah putri dari ratu di Daha [dyah Wiyat]. sementara Hayam Wuruk adalah putra ratu Jiwana atau Kahuripan yang menjadi maharani Majapahit yaitu Tribhuwanatunggadewi dyah Gitarja.
Negarakertagama wirama 6/14 terjemahan Prof I Ketut Riana:
penan sri naranatha kapwa ta huwus labda bhiseka prabhu
sang natheng matahun priya nrpati sang rajyeng lasem susrama
sang sri rajasa warddhana prakaciteng rupa di wijneng naya
tan pendah smarapingala patemu sang nathenalm ring jagat
ipar baginda raja semua telah bertahta menjadi raja
raja matahun suami rani lasem seorang pemberani
baginda sri rajasawarddhana terkenal tampan mahir dalam politik
bagaikan smarapinggala pernikahan baginda terpuji dalam negeri
Kakawin Negarakertagama sangat jelas menulis bahwa sang Ratu Lasem Indudewi adalah permaisuri dari sang nata di Matahun atau Bhre Matahun Sri Rajasa Wardhana.
Entah dari mana sumbernya kenapa Prof I Ketut Riana menempatkan INDUDEWI sebagai Permaisuri Hayam Wuruk. Dalam diagram silsilah juga jelas menempatkan Indudewi sebagai permaisuri raja Hayam Wuruk. Ini jelas kesalahan tafsir cukup fatal yang harus dibenahi.
GENEOLOGI Kertarajasa Jayawardhana [keluarga Raden Wijaya] menurut Prof I Ketut Riana |
Kemudian pasangan Tribhuwanatunggadewi dan raja Tumapel Sri Kertawardhana tidak memiliki 3 anak, melainkan 2, yaitu Hayam Wuruk dan ratu Pajang I dyah Nertaja permaisuri Bhre Paguhan Singawardhana dyah Sumana.
Sebagaimana telah saya paparkan, Prof Ketut Riana keliru jika menempatkan Bhra Lasem atau Ratu Lasem I sebagai adik kandung Hayam Wuruk.
Berdasarkan kakawin Negarakertagama, yang menjadi bhre Lasem pertama
adalah INDUDEWI, putri pasangan ratu Daha dyah Wiyat dengan bhre Wengker
Sri Wijayarajasa.
Jadi Bhre Lasem Indudewi adalah saudara sepupu
Hayam Wuruk dan ratu Pajang Rajasaduhita Iswari dyah Nertaja, karena
ibunya Hayam Wuruk dan Dyah Nertaja dengan ibunya Indudewi merupakan
kakak adik, atau keduanya merupakan putri dari Raden Wijaya dan
Rajapatni dyah Gayatri.
Adapun yang menjadi permaisuri Sri Hayam
Wuruk adalah Sri Sudewi yang dalam pararaton dikenal sebagai Paduka Sori
atau paduka permaisuri. Sri Sudewi atau Paduka Sori adalah putri Bhre
Wengker Sri Wijayarajasa dari seorang selir. Jadi permaisuri Sri Hayam
Wuruk adalah saudara tiri dari Indudewi.
Kesalahan prof Ketut
Riana terlihat juga dalam mengidentifikasi permaisuri Bhre Wirabhumi
putra selir Sri Hayam Wuruk. Prof Ketut Riana menyatakan permaisuri Bhre
Wirabhumi ini adalah Bhra DAHA yang merupakan putri bhre Lasem Sri
Nagarawardhani.
Padahal, yang menjadi permaisuri Bhre Wirabhumi adalah NAGARAWARDHANI.
Nagarawardhani tidak pernah menjadi bhre Daha. Nagarawardhani yang benar adalah putri bhre Daha INDUDEWI.
Demikian beberapa kesalahan atau kekurangjituan identifikasi atau
tafsir sejarah yang dilakukan prof I Ketut Riana terutama dalam soal
seputar silsilah keluarga Raja Hayam Wuruk.
Oleh karena itu,
tanpa mengurangi hormat, penafsiran prof I Ketut Riana yang saya
tampilkan ini, menurut saya, harus direvisi atau diperbarui karena
bertentangan dengan sumber data sejarah yang tersedia.
================
SIWI SANG
19/4/2016
Matur nuwun Mas Siwi,
ReplyDeleteJangan biarkan kita-kita tersesat dalam memahami kebesaran kita di masa lampau.
Salam
sama sama maturnuwun pak Bambang Ben Yuwono@ kita saling membenahi penulisan sejarah. Penulisan sejarah yang tidak sesuai dengan data sumber sejarah harus kita sama sama benahi dan koreksi. tentunya dengan memajukan data data yang lebih baik dan masuk akal. pendapat prof Ketut Riana yang menempatkan INDUDEWI sebagai permaisuri raja Hayam Wuruk jelas keliru. semoga ini dapat menjadi maklum. saya juga kerap melakukan kekeliruan atau kelalaian dalam menafsir suatu sejarah. oleh karena itu penting kiranya dalam suatu penulisan sejarah ada upaya revisi atau perbaikan. terimakasih.
ReplyDeleteMas Siwi,
ReplyDeleteNyuwun sewu, mohon info bagaimana caranya mendapatkan buku panjenengan, Girindra Pararaja Tumapel Majapahit?
Saya sudah sms dan telepon 0812-3320-3177 dan 0898-3456-885 bulan Desember tahun lalu, namun belum ada balasan.
Maturnuwun sak derengipun.
Salam
nggih pak Bambang@. manggah, sementara dapat kontak via siwisangnusantara@gmail.com.
ReplyDelete