Sejarah, Sastra, dan Jurnalis Warga

  • Breaking News

    Monday, April 4, 2016

    MEMBACA ULANG SEJARAH BANJARNEGARA - #1

    candi gatotkaca dieng banjarnegara



    BANJARNEGARA sebenarnya suatu wilayah yang cukup tua, jauh lebih tua dari yang tertera dalam hari jadinya, 22 Agustus 1831. 

    Berikut catatan singkat SEJARAH BANJARNEGARA versi resmi pemerintah daerah Banjarnegara. Sumberhttp://www.banjarnegarakab.go.id  

    Dalam perang Diponegoro, R.Tumenggung Dipoyudo IV berjasa kepada pemerintah Mataram, sehingga diusulkan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono VII untuk ditetapkan menjadi bupati Banjar berdasarkan Resolutie Governeor General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor I, untuk mengisi jabatan Bupati Banjar yang telah dihapus setatusnya yang berkedudukan di Banjarmangu dan dikenal dengan Banjarwatulembu. Usul tersebut disetujui.

    Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan komunikasi dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan menjadi beban bagi bupati ketika beliau harus menghadiri Pasewakan Agung pada saat-saat tertentu di Kasultanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah ini diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke selatan Sungai Serayu.

    Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam. Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi Banjarnegara (Banjar : Sawah, Negara : Kota).

    R.Tumenggung Dipoyuda menjabat Bupati sampai tahun 1846, kemudian diganti R. Adipati Dipodiningkrat, tahun 1878 pensiun. Penggantinya diambil dari luar Kabupaten Banjarnegara.

    Gubermen (pemerintahan) mengangkat Mas Ngabehi Atmodipuro, patih Kabupaten Purworejo(Bangelan) I Gung Kalopaking di panjer (Kebumen) sebagai penggantinya dan bergelar Kanjeng Raden Tumenggung Jayanegara I. Beliau mendapat ganjaran pangkat "Adipati" dan tanda kehormatan "Bintang Mas"

    Tahun 1896 beliau wafat diganti putranya Raden Mas Jayamisena, Wedana distrik Singomerto (Banjarnegara) dan bergelar Kanjeng Raden Tumenggung JayanegaraII.

    Dari pemerintahan Belanda ,Raden Tumenggung Jayanegara II mendapat anugrah pangkat "Adipati Aria" Payung emas Bintang emas besar, Officer Oranye. Pada tahun 1927 beliau berhenti, pensiun. Penggantinya putra beliau Raden Sumitro Kolopaking Purbonegoro, yang juga mendapat anugrah sebutan Tumenggung Aria, beliau keturunan kanjeng R. Adipati Dipadingrat, berarti kabupaten kembali kepada keturunan para penguasa terdahulu. 

    Diantara para Bupati Banjarnegara, Arya Sumitro Kolopaking yang menghayati 3 jaman, yaitu jaman Hindia Belanda, Jepang dan RI, dan menghayati serta menangani langsung Gelora Revolusi Nasional (1945 - 1949). Ia mengalami sebutan "Gusti Kanjeng Bupati", lalu "Banjarnegara Ken Cho" dan berakhir "Bapak Bupati". 

    Pengangkatan Raden Tumenggung Dipayudha IV sebagai bupati Banjarnegara pada tanggal 22 Agustus 1831 digunakan sebagai landasan penentuan Hari Jadi kabupaten Banjarnegara. Penetapan itu berdasarkan Peraturan daerah No 3/1994 tentang Hari Jadi kabupaten Banjarnegara.

    Sungguh usia yang terlalu muda bagi daerah sekelas kabupaten Banjarnegara. 

    Padahal, Banjarnegara punya satu situs sejarah sangat besar dan cukup terkenal secara nasional bahkan dunia yaitu situs candi Dieng. Di sana juga ada temuan beberapa prasasti. Juga terdapat Museum KAILACA. Dokumentasi poto poto kekayaan sejarah dan arkeologi berasal dari Dieng Banjarnegara dapat kita tengok pula di https://socrates.leidenuniv.nl/R/

    Temuan arkeologi berupa situs candi dan prasasti di wilayah Banjarnegara, sebenarnya memberi tanda kepada kita, bahwa di Banjarnegara pernah berkembang suatu bentuk sistem pemerintahan pada jaman keluarnya prasasti tersebut.

    Tapi mengapa selama ini tidak terdengar ada pembacaan ulan sejarah Banjarnegara melalui pembacaan ulang berita sejarah yang termuat dalam sumber primer berupa prasasti?

    Sampai hari ini telah banyak daerah kabupaten atau kota yang mengubah Hari Jadinya. Mereka adalah kabupaten kabupaten atau kota kota yang tidak percaya begitu saja bahwa kesejarahannya begitu muda. Mereka adalah daerah daerah yang percaya memiliki kesejarahan lebih tua. Kemudian melakukan pembacaan ulang atas sejarah local masing masing. Tentu mereka sepakat pada ungkapan bahwa penulisan sejarah tidak berahir tanda titik.

    Sebagai pembanding saja. Tulungagung Jawa Timur pernah menentukan hari jadi kabupatennya berdasarkan tahun kejadian ketika nama Tulungagung secara resmi menjadi nama kabupaten tanggal 1 April 1901.

    Tahun 2003, terjadi perubahan soal penentuan Hari Jadi kabupaten Tulungagung. Sejak tahun itu tidak lagi mengacu pada penanggalan 1 April 1901, tetapi berganti mengacu pada penanggalan dalam prasasti Lawadan yang dikeluarkan maharaja Kediri Sri Kertajaya pada tanggal 18 Nopember 1205M.

    Berdasarkan jejak peninggalan sejarah yang ada, secara fakta historis wilayah Tulungagung sudah lama tampil sebagai bentuk pemerintahan meski setaraf desa thani Lawadan.  Tidak menjadi soal meski nama daerah berpemerintahan kuna, Thani Lawadan, yang menjadi acuan keberadaan Tulungagung sekarang sudah tidak ada atau berganti nama baru.

    Penentuan hari jadi suatu kabupaten memang idealnya jangan hanya merujuk nama. Tapi lebih pada peran historisnya terutama bidang pemerintahan. Ini karena hari jadi suatu kabupaten atau kota berkaitan erat dengan sejarah kepemerintahan yang pernah muncul di wilayah kabupaten atau kota tersebut. 

    Rata rata yang jadi acuan adalah mencari yang tertua, meski belum tentu yang tertua dipilih sebagai rujukan karena beberapa alasan antaranya soal nilai kandungan historisnya.

    Para peneliti atau pemerhati sejarah Banjarnegara sudah saatnya membaca ulang sejarah Banjarnegara. Dapat memulai dari satu pertanyaan sederhana : apakah sebelum nama Banjarnegara menjadi nama resmi kabupaten, pernah ada daerah atau desa di wilayah Banjarnegara tampil memiliki bentuk pemerintahan, meski dalam lingkup sekecil desa.

    Kesejarahan Banjarnegara dapat kita temukan dalam beberapa sumber sejarah baik primer, sekunder, dan tersier. 

    Sumber primer berupa prasasti. 

    Dalam sumber sekunder berupa naskah kuna seperti Babad Tanah Jawi, Babad Giyanti, serta naskah babad Wirasaba dan Banyumas. 

    Dalam sumber tersier, kita temukan dalam beragam cerita atau legenda rakyat.

    Beberapa prasasti yang ditemukan di wilayah Banjarnegara antaranya 

    Prasasti Er Hangat A dan B tahun 885M tertulis di atas lempeng tembaga tempat penemuan Banjaarnegara.

    Prasasti Ayam Teas II tahun 901M tertulis di atas lempeng tembaga tempat temuan Banjarnegara.

    Prasasti Wadihati tahun 891M tertulis di atas batu tempat temuan Dieng.

    Prasasti Panunggalan tahun 896M tertulis di atas lempeng tembaga tempat temuan Dieng.

    Prasasti Sima Bhatari tahun 907M tertulis di atas tembaga tempat temuan Banjarnegara.

     ===========
    SIWI SANG
    4/4/2016 

    #Sejarah
    #Banjarnegara
    #Historiografi
    #HariJADI






    Prasasti Er Hangat E17b Rekto [poto diambil dari https://socrates.leidenuniv.nl/
     
    prasasti Er Hangat E17b Verso [Poto diambil dari https://socrates.leidenuniv.nl/
     
    Prasasti Er Hangat E17a  https://socrates.leidenuniv.nl/




    komplek situs candi Dieng pada januari 2014. poto SIWI SANG



    prasasti Panunggalan E11a sumber poto https://socrates.leidenuniv.nl


    prasasti Panunggalan E11b sumber poto https://socrates.leidenuniv.

    No comments:

    Post a Comment

    Literatur

    Taktik Menulis

    Banjarnegara