candi gatotkaca dieng banjarnegara |
BANJARNEGARA sebenarnya suatu wilayah yang cukup tua, jauh lebih tua dari yang tertera dalam hari jadinya, 22 Agustus 1831.
Berikut catatan singkat SEJARAH BANJARNEGARA versi resmi pemerintah daerah Banjarnegara. Sumberhttp://www.banjarnegarakab.go.id
Dalam perang Diponegoro, R.Tumenggung Dipoyudo
IV berjasa kepada pemerintah Mataram, sehingga diusulkan oleh Sri Susuhunan
Pakubuwono VII untuk ditetapkan menjadi bupati Banjar berdasarkan
Resolutie Governeor General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor I,
untuk mengisi jabatan Bupati Banjar yang telah dihapus setatusnya yang
berkedudukan di Banjarmangu dan dikenal dengan Banjarwatulembu. Usul
tersebut disetujui.
Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala
yang menyulitkan komunikasi dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini menjadi
sangat dirasakan menjadi beban bagi bupati ketika beliau harus menghadiri Pasewakan
Agung pada saat-saat tertentu di Kasultanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah
ini diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke selatan Sungai Serayu.
Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi
pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru
ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam. Di daerah
persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru
sehingga nama daerah ini menjadi Banjarnegara (Banjar : Sawah, Negara
: Kota).
R.Tumenggung Dipoyuda menjabat Bupati sampai tahun
1846, kemudian diganti R. Adipati Dipodiningkrat, tahun 1878 pensiun.
Penggantinya diambil dari luar Kabupaten Banjarnegara.
Gubermen (pemerintahan) mengangkat Mas Ngabehi
Atmodipuro, patih Kabupaten Purworejo(Bangelan) I Gung Kalopaking di
panjer (Kebumen) sebagai penggantinya dan bergelar Kanjeng Raden Tumenggung
Jayanegara I. Beliau mendapat ganjaran pangkat "Adipati" dan tanda
kehormatan "Bintang Mas"
Tahun 1896 beliau wafat diganti putranya Raden
Mas Jayamisena, Wedana distrik Singomerto (Banjarnegara) dan bergelar Kanjeng
Raden Tumenggung JayanegaraII.
Dari pemerintahan Belanda ,Raden Tumenggung
Jayanegara II mendapat anugrah pangkat "Adipati Aria" Payung
emas Bintang emas besar, Officer Oranye. Pada tahun 1927 beliau berhenti,
pensiun. Penggantinya putra beliau Raden Sumitro Kolopaking Purbonegoro,
yang juga mendapat anugrah sebutan Tumenggung Aria, beliau keturunan kanjeng R.
Adipati Dipadingrat, berarti kabupaten kembali kepada keturunan para penguasa
terdahulu.
Diantara para Bupati Banjarnegara, Arya Sumitro
Kolopaking yang menghayati 3 jaman, yaitu jaman Hindia Belanda, Jepang
dan RI, dan menghayati serta menangani langsung Gelora Revolusi Nasional (1945
- 1949). Ia mengalami sebutan "Gusti Kanjeng Bupati", lalu
"Banjarnegara Ken Cho" dan berakhir "Bapak Bupati".
Pengangkatan Raden Tumenggung Dipayudha IV sebagai
bupati Banjarnegara pada tanggal 22 Agustus 1831 digunakan sebagai landasan
penentuan Hari Jadi kabupaten Banjarnegara. Penetapan itu berdasarkan Peraturan
daerah No 3/1994 tentang Hari Jadi kabupaten Banjarnegara.
Sungguh usia yang terlalu muda bagi daerah sekelas
kabupaten Banjarnegara.
Padahal, Banjarnegara punya satu situs sejarah
sangat besar dan cukup terkenal secara nasional bahkan dunia yaitu situs candi
Dieng. Di sana juga ada temuan beberapa prasasti. Juga terdapat Museum KAILACA.
Dokumentasi poto poto kekayaan sejarah dan arkeologi berasal dari Dieng
Banjarnegara dapat kita tengok pula di https://socrates.leidenuniv.nl/R/
Temuan arkeologi berupa situs candi dan prasasti di
wilayah Banjarnegara, sebenarnya memberi tanda kepada kita, bahwa di Banjarnegara
pernah berkembang suatu bentuk sistem pemerintahan pada jaman keluarnya
prasasti tersebut.
Tapi mengapa selama ini tidak terdengar ada
pembacaan ulan sejarah Banjarnegara melalui pembacaan ulang berita sejarah yang
termuat dalam sumber primer berupa prasasti?
Sampai hari ini telah banyak daerah kabupaten atau
kota yang mengubah Hari Jadinya. Mereka adalah kabupaten kabupaten atau kota
kota yang tidak percaya begitu saja bahwa kesejarahannya begitu muda. Mereka
adalah daerah daerah yang percaya memiliki kesejarahan lebih tua. Kemudian
melakukan pembacaan ulang atas sejarah local masing masing. Tentu mereka
sepakat pada ungkapan bahwa penulisan sejarah tidak berahir tanda titik.
Sebagai pembanding saja. Tulungagung Jawa Timur
pernah menentukan hari jadi kabupatennya berdasarkan tahun kejadian ketika nama
Tulungagung secara resmi menjadi nama kabupaten tanggal 1 April 1901.
Tahun 2003, terjadi perubahan soal penentuan Hari
Jadi kabupaten Tulungagung. Sejak tahun itu tidak lagi mengacu pada penanggalan
1 April 1901, tetapi berganti mengacu pada penanggalan dalam prasasti Lawadan
yang dikeluarkan maharaja Kediri Sri Kertajaya pada tanggal 18 Nopember 1205M.
Berdasarkan jejak peninggalan sejarah yang ada,
secara fakta historis wilayah Tulungagung sudah lama tampil sebagai bentuk
pemerintahan meski setaraf desa thani Lawadan. Tidak menjadi soal meski
nama daerah berpemerintahan kuna, Thani Lawadan, yang menjadi acuan keberadaan
Tulungagung sekarang sudah tidak ada atau berganti nama baru.
Penentuan hari jadi suatu kabupaten memang idealnya
jangan hanya merujuk nama. Tapi lebih pada peran historisnya terutama bidang
pemerintahan. Ini karena hari jadi suatu kabupaten atau kota berkaitan erat
dengan sejarah kepemerintahan yang pernah muncul di wilayah kabupaten atau kota
tersebut.
Rata rata yang jadi acuan adalah mencari yang
tertua, meski belum tentu yang tertua dipilih sebagai rujukan karena beberapa
alasan antaranya soal nilai kandungan historisnya.
Para peneliti atau pemerhati sejarah Banjarnegara
sudah saatnya membaca ulang sejarah Banjarnegara. Dapat memulai dari satu
pertanyaan sederhana : apakah sebelum nama Banjarnegara menjadi nama resmi
kabupaten, pernah ada daerah atau desa di wilayah Banjarnegara tampil memiliki
bentuk pemerintahan, meski dalam lingkup sekecil desa.
Kesejarahan Banjarnegara dapat kita temukan dalam
beberapa sumber sejarah baik primer, sekunder, dan tersier.
Sumber primer berupa prasasti.
Dalam sumber sekunder berupa naskah kuna seperti
Babad Tanah Jawi, Babad Giyanti, serta naskah babad Wirasaba dan
Banyumas.
Dalam sumber tersier, kita temukan dalam beragam
cerita atau legenda rakyat.
Beberapa prasasti yang ditemukan di wilayah
Banjarnegara antaranya
Prasasti Er Hangat A dan B tahun 885M tertulis di
atas lempeng tembaga tempat penemuan Banjaarnegara.
Prasasti Ayam Teas II tahun 901M tertulis di atas
lempeng tembaga tempat temuan Banjarnegara.
Prasasti Wadihati tahun 891M tertulis di atas batu
tempat temuan Dieng.
Prasasti Panunggalan tahun 896M tertulis di atas
lempeng tembaga tempat temuan Dieng.
Prasasti Sima Bhatari tahun 907M tertulis di atas
tembaga tempat temuan Banjarnegara.
===========
SIWI SANG
4/4/2016
#Sejarah
#Banjarnegara
#Historiografi
#HariJADI
Prasasti Er Hangat E17b Rekto [poto diambil dari https://socrates.leidenuniv.nl/ |
prasasti Er Hangat E17b Verso [Poto diambil dari https://socrates.leidenuniv.nl/ |
Prasasti Er Hangat E17a https://socrates.leidenuniv.nl/ |
sumber poto https://socrates.leidenuniv.nl/ |
sumber poto https://socrates.leidenuniv.nl/ |
sumber poto https://socrates.leidenuniv.nl/ |
sumber poto https://socrates.leidenuniv.nl/R/ |
sumber poto https://socrates.leidenuniv.nl/R/ |
sumber poto https://socrates.leidenuniv.nl/R/ |
situs candi Dieng saat temuan awal. sumber poto https://socrates.leidenuniv.nl/R?RN=621731427 |
prasasti Panunggalan E11a sumber poto https://socrates.leidenuniv.nl |
prasasti Panunggalan E11b sumber poto https://socrates.leidenuniv. |
No comments:
Post a Comment