Sejarah, Sastra, dan Jurnalis Warga

  • Breaking News

    Tuesday, March 8, 2016

    Prasasti Singawikramawardhana dyah Suraprabhawa/Prasasti Pamintihan 1473M



    Prasasti Pamintihan, 1473M, ditemukan di selatan Bojonegoro. Banyaknya perunggu empat keping. Keping kedua hilang. Isinya adalah penganugerahan sebidang tanah perdikan Pamintihan dari Sri maharaja Singawikramawardhana dyah Suraprabhawa kepada sang arya Surung. Alasan pemberian itu adalah karena keteguhan kesetiaan arya Surung kepada Sri maharaja Singawikramawardhana dyah Suraprabhawa.



    Singawikramawardhana dyah Suraprabhawa adalah putra bungsu pasangan Sri Maharaja Wijaya Parakrama Wardhana dyah Kertawijaya [1447M-1451M] dan permaisuri Ratu Daha Jayawardhani dyah Jayeswari. Dyah Suraprabhawa naik tahta sebagai maharaja Majapahit menggantikan kakak kandungnya, Girisawardhana dyah Suryawikrama pada tahun 1466M.

    Sebelum menjadi maharaja Majapahit, berdasarkan pemberitaan serat Pararaton, Dyah Suraprabhawa pernah menjadi bhre di Pandansalas dan Bhre di Tumapel. Dalam prasasti 1447M, Singawikramawardhana dyah Suraprabhawa menjadi bhre Tumapel.

    Dyah Suraprabhawa bertahta di keraton Majapahit sampai tahun 1478M dan gugur dalam perang melawan empat keponakannya atau para putra Sang Sinagara pada tahun 1478M yaitu Bhre Kahuripan Wijaya Parakrama dyah Samara Wijaya, Bhre Mataram, Bhre Pamotan, dan Bhre Kertabhumi Girindrawardhana dyah Ranawijaya.

    Salinan isi prasasti Pamintihan sebagaimana penulisan Muhammad Yamin:

    Lempengan 1.a.

    Kiranya tak ada gangguan apa-apa. Telah lewat tahun saka 1395 dalam bulan Waisaka (April 1473M) pada tanggal tiga ketika bulan gelap sedang turun pada hari paringkelan, Mawulu, pada hari pasaran Legi dan pada hari Jumat dalam waktu Langkir, bintang tetap berkilau di sebelah utara, perumahan rembulan, Mula, di bawah perlindungan dewata nairiti, mandala langit Waruna, Joga, Suba yang menguasai perbuhulan Kubera, pukul (jam48) Rodra, seperdua hari Wanidya, tanda resi Busur.

    Pada tanggal itulah turun perintah Sri paduka maharaja diraja  satu satu raja mulia yang pantas disembah rakyat, yang bernama kecil dyah Suraprabhawa. Sri Sighawikramawardhana memiliki nama abhiseka Sri Giripatiprasuta Bhupati Ketubhuta Sakala Janardhana Nindyaparakrama Digwijaya Janggala Kadiri Yawabhumi Ekadhipa, yang mendapat kemenangan dari segala penjuru angin, karena keberaniannya yang tak ada cacatnya dalam merengkuh hati setiap orang. Satu-satunya raja yang menguasai tanah Jawa yang terdiri dari Jenggala dan Kadiri sebagai kekuatan pertahanan utama. Yang kedua kakinya senantiasa dipuja para raja taklukkan.

    Lempengan 2.a. Telah hilang.

    Lempengan 3.a.

    Adapun yang menjadi alasan anugerah ini ialah sang arya Surung yang semenjak beberapa lama mengabdi kepada Sri paduka maharaja dengan sungguh-sungguh menjalankan kesetiaan yang tak terhingga kepada telapak kaki Sri maharaja, tak putus-putusnya memperlihatkan tugas kewajiban sebagai seorang abdi, juga dalam kehujanan dan Lumpur tanpa memperhatikan kelelahan dan kesukaran dengan selalu pula berusaha mempergirang hati Sri baginda maharaja.

    Daripada itulah timbul hasil akibat sehingga musnahlah segala penjahat durjana di daerah atau desa Kedewang, bersama-sama dengan hartabendanya, dihilang lenyapkan sang arya Surung. Dengan hal yang sedemikian maka terbuktilah kesetiaan dan kebaktian yang giat dari sang arya Surung, dan hal itu menambah kesenangan hati yang sangat tinggi bagi Sri baginda maharaja. Karena bukankah Sri baginda maharaja itu seorang prabhu yang menyimpan dalam batang tubuhnya sari ilahi, yang dalam hal cinta kasih terhadap mereka yang bersetia hati kepadanya, serta juga membalas budi dengan memberi hadiah beribu kali ganda banyaknya.

    Oleh karena sang arya Surung tak putus-putusnya menyatakan kesetiaannya, maka dia menerima anugerah berupa sebidang tanah yang akan dijadikan tanah perdikan bernama Pamintihan. Berhubung dengan itu maka Pamegat Jambi menerima perintah supaya membuat sebuah piagam kerajaan dengan bertujuan untuk menetapkan kedudukan tanah perdikan dengan sebaik-baiknya,

    Lempengan 3.b

    Karena tanah pemerintah telah dianugerahkan oleh Sri baginda maharaja kepada sang arya Surung, agar supaya diwariskan turun-temurun kepada anak cucunya sang arya Surung sampai nanti hari kemudian. Adapun batas-batasnya daerah perdikan Pamintihan adalah sebagai berikut: di sebelah timur tanah itu berbatasan dengan Pelangpuncu, di sebelah tenggara dengan Gigidah, di sebelah selatan dengan Dampak, di sebelah baratdaya dengan Dampak dan Madewih, di sebelah barat dengan Gempol, di sebelah baratlaut dengan Gempol dan Babanger, di seluruh daerah antara utara dan timur dengan Kabalan, dari sana menuju kearah timur sampai timurlaut juga berbatasan dengan Kabalan, dan sejak dari timurlaut menuju kearah selatan sanpai timur berbatasan dengan Pelangpuncu. Demikianlah perbatasan tanah sima Pemintihan menurut kedelapan penjuru alam.

    Lagi pula ada sebidang sawah di Pamintihan yang dikelilingi tanah-tanah Pelangpuncu sebesar 18 pelantingan batu, yang dibatasi hutan kayu di sisi timur, lalu ada sebidang lagi sebesar 7 pelantingan batu yang dibatasi tetandangan, sebidang lagi sebesar 7 pelantingan batu yang dibatasi pohon Pung, sebidang lagi sebesar sepelantingan batu dibatasi pohon turi.

    Lempengan 4a.

    Sebidang sawah sebesar 40 pelantingan batu dikelilingi pohon singkanak, dan sebidang tanah sebesar sepelantingan batu dikelilingi pohon tarum. Keenam bidang sawah yang dikelilingi perbatasan pohon kapi seluruhnya sejumlah 74 pelantingan batu.

    Lalu adalagi sawah Pamintihan yang dikelilingi daerah Kabalan. Sebidang sebesar 5 pelantingan batu dikelilingi pohon sirajang, sebidang sebesar 8 pelantingan batu dikelilingi pohon sarang, sebidang sebesar sepelantingan batu dikelilingi pohon serut, sebidang sebesar 3 pelantingan batu dikelilingi batang sirih, sebidang sebesar sepelantingan batu dikelilingi jalan, dan sebidang sebesar sepelantingan batu dikelilingi pagar kemuning. Jumlah sawah-sawah yang dibatasi pohon kayu dikelilingi tanah Kabalan adalah 8 bidang, sebesar 18 pelantingan batu.

    Demikianlah besar luasnya sawah-sawah yang masuk bagian Pemintihan dikelilingi tanah Pelangpuncu dan Kabalan,. Segala tanah itu semua akan dipergunakan untuk Pamintihan tanpa dicampuri orang lain. Untuk pengganti adalah sebidang tanah Pelangpuncu  dikelilingi lingkaran daerah Pemintihan yang dipihak barat dibatasi pohon kayu, sebesar tiga pelantingan batu, tanah ini dipergunakan untuk Pelangpuncu.

    Demikianlah isi anugerah Sri baginda maharaja kepada sang arya Surung. Selanjutnya kedudukan tanah perdikan Pemintihan ialah merdeka bebas dan berdiri sendiri, tanpa campur tangan para nayaka pemungut cukai semacam turun-turun, segenggam sepegangan, perjalanan seraya diluar desa terhitung juga pekerjaan yang dilakukan.

    Lempengan 4b.

    Pulang pergi dalam sehari. Lagi pula tidaklah diijinkan campur tangan segala orang yang bekerja atas suruhan ketiga pembesar katrini, Pangkur, tawan, dan Tirip, dan seterusnya patih wahuta dan para pembesar desa, dan begitu pula mereka yang memungut hak raja yaitu berbagai macam pegawai rendah dan berbagai tukang yang berhak memungutnya diantaranya kumpulan tukang: Sungging, pangaruhan, pogaluh, taji, sukun haluwarak, manimpiki, maniga, pamanikan, piningle, tapahaji, erhaji, malandang, ica, lablab, tangkil, wilang manu, pakuda, pahasti, pulung padi, pawelangwelang, pamawasya, sinaghira, juru jalir, juru hunjeman, dan segala hamba raja yang lainnya, segala orang yang tersebut di atas itu dilarang mermasuki tanah perdikan, karena tanah itu memiliki kedudukan swatantra.

    Selanjutnya berlaku pula serupa itu berhubungan  dengan suka duka seperti mayang tak berbuah, mayang tanma wwah, labu merambat di tanah, walu rumambat ing natar, mayat bangkai berembun, wangtek kabutan, amuk, mamuk, perkosaan, mamumpang, penghinaan, ludan, pembalasan dendam, tutan, dan segala kejahatan yang diancam dengan berbagai denda, mandihaludi dan sebagainya, segala suka duka itu semuanya hanyalah masuk kedalam wewenang tanah perdikan Pamintihan.

    Lalu yang bersangkutan dengan tukang seperti anembul, amaliang, anang wring, angdyun, anggula, amubut, awawesuri, abaring, anepis, terhadap segala bunga dan pemberian yang dipungut dari pekerjaan seperti tersebut di atas, maka hanyalah tanah perdikan yang berkuasa. Bolehlah pula tanah sima memungut bunga dari kelima macam perusahaan itu dan dalam pada itu selalu pula hanya dua pembatasan sanda gadai jumlahnya paling rendah seperlima bagi yang mengerjakan perusahaan yang tersebut di bawah ini paling banyak untuk mengerjakan penggembalaan kerbau 20 binatang, lembu 40, kambing 80, celeng, hasil sekali buru, telur sebakul bagi tiap-tiap macam pandai logam, dua pertukangan setiap macam, tiap-tiap orang saudagar, dua orang kepala setiap macam. Ini semua ialah pembatasan kebebasan pungutan bunga.

    Dan lagi tanah perdikan itu mendapat kelonggaran sebagai berikut: tanah itu mempunyai hak perlindungan  yaitu boleh menjadi tempat melindungi barang curian yang berasal dari pemaling yang tertangkap tangan, sehingga diperbolehkan memungut denda atas barang curian itu.

    Begitulah maksud penganugerahan sri baginda maharaja seperti telah ditetapkan dalam piagam perintah kerajaan yang disuruh disimpan sang arya Surung disaksikan seluruh hadirat ditengah-tengah mereka yang berkepentingan. Sang arya Surung selanjutnya melakukan persembahan kepada Sri baginda maharaja dilanjutkan hadiah persaksian menurut aturan upacara kepada dewan menteri tanda rakryan.

    Tetapi sekiranya ada orang yang hendak merintangi penganugerahan Sri baginda maharaja, baik sekarang atau nanti sampai akhir jaman, maka mereka akan ditimpa hukuman mahakejahatan yang lima dan oleh yang sebaliknya dari tujuh macam kemakmuran seperti yang diucapkan bibir brahma. Selanjutnya  mereka akan binasa menjadi abu dan sisa akan kena aniaya segala yang masih tinggal termasuk anak cucu mereka semua.

    Demikianlah hendaknya, begitulah diucapkan di depan hadirat saksi yang 13. Barang demikian hendaknya berlaku.

    -----------

    SUMBER:
    SIWI SANG dalam Buku GIRINDRA:Pararaja Tumapel Majapahit

    No comments:

    Post a Comment

    Literatur

    Taktik Menulis

    Banjarnegara