Sri maharaja Wijaya Parakrama Wardhana adalah maharaja Majapahit yang bertahta tahun 1447M-1451M. Merupakan putra bungsu pasangan raja Majapahit Aji Wikramawardhana dan permaisuri Kusumawardhani.
Memiliki tiga saudara kandung, Sang Hyang Wekasing Sukha Dyah Rajasakusuma, Bhre Tumapel II Manggalawardhana, dan Maharani Suhita.
Sebelum memanjat tahta menggantikan Maharani Suhita pada tahun 1447M, Sri Maharaja menempati keraton Tumapel sebagai Brhe Tumapel III menggantikan kakaknya, Manggalawardhana.
Sri maharaja Wijaya Parakrama Wardhana memiliki
permaisuri bernama ratu Daha Jayawardhani dyah Jayeswari.
Memiliki tiga putra yaitu Rajasawardhana dyah Wijayakumara atau Sang Sinagara, Girisawardhana dyah Suryawikrama, dan Singawikramawardhana dyah Suraprabawa.
Memiliki tiga putra yaitu Rajasawardhana dyah Wijayakumara atau Sang Sinagara, Girisawardhana dyah Suryawikrama, dan Singawikramawardhana dyah Suraprabawa.
Di tahun pertama bertahta, Sri Maharaja
Wijaya Parakrama Wardhana mengeluarkan prasasti yang dikenal sebagai prasasti
Waringin Pitu. Prasasti ini dikenal pula sebagai prasasti Surondakan karena
ditemukan di desa Surondakan Trenggalek.
Namun sesungguhnya prasasti ini dikeluarkan untuk daerah Waringin Pitu yang sekarang menjadi desa Ringin Pitu, Tulungagung.
Namun sesungguhnya prasasti ini dikeluarkan untuk daerah Waringin Pitu yang sekarang menjadi desa Ringin Pitu, Tulungagung.
Prasasti Waringin Pitu dikeluarkan sri maharaja Wijaya
Parakrama wardhana dyah Kertawijaya pada tahun saka 1369 bulan marggasira
tanggal 15 Suklapaksa hari Rabu Umanis, wuku Kurantil. Dalam penanggalan masehi
bertepatan dengan hari Rabu Manis, 15 Pebruari 1447M.
Isi pokok prasasti adalah penetapan atau
pengukuhan daerah Waringin Pitu sebagai dharma perdikan kerajaan bernama
Rajasakusumapura karena di daerah ini terdapat tempat pendarmaan sri paduka
Parameswara Kertawardhana, ayah sri maharaja Hayam Wuruk yang wafat pada tahun
1386M.
Pihak perdikan dharma Rajasakusumapura berkekuasaan
mengadakan peradilan secara mandiri menggunakan hukum adat pada segala jahat
yang mengganggu sepenjuru Waringin Pitu.
Batas-batas dan letaknya perdikan sima ditetapkan panjang lebar. Prasasti ini
menyebutkan pula larangan memasuki atau menginjak tanah suci Rajasakusumapura
bagi para pegawai Katrini, yaitu Pangkur, Tawan, dan Tirip. Para
pegawai pajak bea cukai baik tinggi maupun rendah dilarang bertugas melakukan
segala pungutan di daerah Waringin Pitu.
Bertugas sebagai penulis piagam raja ini
adalah Sang Pamegat Jambi Dang Acarya Ekanata, yang putus pengetahuan tentang
ilmu mantik dan bahasa sastra, merupakan bhujangga keraton yang harum namanya.
============
SIWI SANG
No comments:
Post a Comment