Dalam catatan
sejarah, Raden Bondhan Kajawan memiliki sebutan lain yaitu Raden Lembu Peteng
dan Ki Ageng Tarub II. Tokoh inilah yang ketika usia bocah diriwayatkan membuat
gempar istana Majapahit karena berhasil menyelinap masuk Gedung Paniyagan lalu
menabuh pusaka gong Sekar Delima. Dari garis tokoh ini pula kelak muncul tiga
tokoh penting jaman awal berdirinya kesultanan Mataram dan negeri Pati yaitu Ki
Panjawi, Ki Pamanahan, dan Ki Juru Martani.
Sebelum membahas
jalannya alur sejarah, kita catat dulu silsilah trah Raden Bondhan Kajawan
berdasarkan data berita Babad tanah Jawi Batawi Sentrem maupun versi Meinsma.
Dalam dua naskah itu didapatkan silsilah sebagai berikut.
Sang Brawijaya
maharaja Majapahit dari istri putri Wandhan Kuning menurunkan seorang putra
bernama Raden Bondhan Kajawan atau Raden Lembu Peteng atau Ki Ageng Tarub II.
Raden Bondhan Kajawan
menikah dengan Retna Nawangsih menurunkan 2 anak, yang tua laki nama Ki Ageng Getas
Pandhawa dan yang bungsu perempuan nama Nyi Ageng Ngerang karena menjadi istri
Ki Ageng Ngerang.
Anak sulung
Raden Bondhan Kajawan yaitu Ki Ageng Getas Pandhawa memiliki 7 anak, yaitu Ki Ageng Sela, Nyi Gede Pakis, Nyi Ageng
Purna, Nyi Gede ing Kare, Nyi Gede ing Wanglu, Nyi Gede ing Bokong, dan Nyi Gede
ing Ngadibaya.
Anak bungsu
Raden Bondhan Kajawan yaitu Nyi Ageng Ngerang dari pernikahannya dengan Ki
Ageng Ngerang memiliki seorang putra bernama Ki Ageng Pathi.
Putra sulung Ki
Ageng Getas pandhawa yaitu Ki Ageng Sela memiliki 7 anak, yaitu Nyi Ageng
Lurung Tengah, Nyi Ageng Saba, Nyi Ageng Bangsri, Nyi Ageng Jati, Nyi Ageng
Patanen, Nyi Ageng Pakisdadu, dan bungsu Ki Ageng Ngenis.
Putra sulung pasangan
Nyi Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang yaitu Ki Ageng Pati memiliki seorang
anak laki bernama Ki Panjawi.
Putri kedua Ki
Ageng Sela yaitu Nyi Ageng Saba dari perkawinannya dengan Ki Ageng Saba
menurunkan dua anak yaitu Nyi Ageng Pamanahan karena menjadi istri Ki Ageng
Pamanahan dan yang bungsu bernama Ki Juru Martani.
Putra bungsu Ki
Ageng Sela yaitu Ki Ageng Ngenis memiliki seorang anak bernama Ki Pamanahan
yang menikah dengan kakak perempuan Ki Juru Martani.
Ki Ageng
Pamanahan menurunkan Danang Sutawijaya atau Ngabei Loring Pasar atau kelak
dikenal sebagai Panembahan Senapati, raja pertama Kesultanan Mataram.
Sementara Ki Panjawi
menjadi penguasa di Negeri Pathi, satu wilayah yang dalam perkembangannya
sangat disegani trah kesultanan Mataram.
Sampai di sini
dapat kita ketahui bahwa Raden Bondhan Kajawan /raden Lembu Peteng/Ki Ageng
Tarub II merupakan leluhur asli kesultanan Mataram.
Lalu siapakah
Raden Bondhan Kajawan. Mengapa dikenal sebagai Lembu Peteng alias seorang putra
raja yang sejarahnya tidak perlu diketahui atau seorang putra raja yang
tersingkir atau disingkirkan. Masih ada pertanyaan menarik lagi yaitu siapa
Sang Brawijaya maharaja Majapahit yang dianggap sebagai ayah raden Bondhan
Kajawan. Apakah maharaja Majapahit itu sama dengan maharaja Majapahit yang
menjadi ayah Raden Fatah sultan Demak atau maharaja Majapahit yang lain. Berikut
ini akan kita telusuri riwayat Raden Bondhan Kajawan berdasarkan berita Babad
Tanah Jawi Batawi Sentrem.
Babad Tanah Jawi
Batawi Sentrem meriwayatkan Raden Bondhan Kajawan sebagai putra Sang Brawijaya
maharaja Majapahit dari seorang istri bernama Wandhan Kuning. Bagaimanapun
perlu dicek keakuratan data soal ketokohan Sang Brawijaya yang dianggap sebagai
ayah biologis Raden Bondhan Kajawan. Apakah maharaja Majapahit yang dimaksud
itu identik dengan Raja kertawijaya yang memerintah sebagai maharaja Majapahit
tahun 1447M-1451M, atau raja majapahit yang memerintah setelahnya. Ataukah Sang
Brawijaya ayah Raden Bondhan Kejawan ini memang Sang Brawijaya Pamungkas
Ranawijaya, salah seorang cucu raja Kertawijaya yang menjadi maharaja Majapahit
tahun 1486M-1527M. Jika memang ayah raden Bondhan Kajawan adalah Brawijaya
pamungkas, maka Raden Bondhan Kajawan dan Raden Fatah tidak memiliki ayah yang
sama. Sementara Babad Tanah Jawi meriwayatkan Raden Bondhan Kajawan dan Raden Fatah
memiliki ayah yang sama, yaitu Sang Brawijaya maharaja Majapahit era ahir.
Sementara pula, berdasarkan penelitian terbaru, Raden Fatah keturunan atau
putra raja Kertawijaya dari istri selir. Lepas dari soal belum pastinya siapa
nama raja Majapahit yang dianggap sebagai ayah raden Bondhan Kajawan, kiranya
berita bahwa Raden Bondhan Kajawan keturunan raja Majapahit dapat sementara dipercaya.
Itu berdasarkan fakta bahwa semua sumber sejarah bentuk naskah Babad seperti
Babad Tanah Jawi dan turunannya seperti Babad Demak, meriwayatkan Raden Bondhan
Kajawan adalah putra Sang Brawijaya maharaja Majapahit dari istri bernama
Wandhan Kuning. Berdasarkan Babad Tanah jawi Batawi Sentrem, Raden Bondhan kejawan adalah putra Sang
Brawijaya dan putri Wandhan Kuning. Naskah ini meriwayatkan Raden Bondhan
kajawan setelah episode kedatangan Raden Fatah dan Raden Kusen ke Jawa, berguru
pada Sunan Ampel Denta hingga Raden fatah membuka alas Gelagah Wangi di Daerah
Demak atas perintah Sunan Ampel Denta. Dari data itu dapatlah ditafsir bahwa
usia raden Bondhan Kajawan dengan Raden Fatah terpaut cukup jauh.
Diriwayatkan, pada
suatu hari Sang Brawijaya mengadakan pertemuan di siti hinggil dihadiri para
menteri dan pejabat penting lainnya serta dihadiri pula oleh para pendita, juru
tenung atau juru nujum. Sang Brawijaya bertanya pada juru tenung atau juru
nujum, apakah setelah dirinya tidak menjadi maharaja Majapahit, ada yang bakal
menggantikan sebagai maharaja Majapahit seperti dirinya.
Juru tenung atau juru nujum yang memiliki kemampuan
membaca masa depan menjawab, bahwa setelah tiga generasi mulai dari saat itu akan
muncul dari trah medhang yang bakal bertahta menjadi ratu agung dan suatu saat
kelak negerinya akan pindah pada jaman sang nata ing mataram. Seluruh ratu jawa
lainnya datang menghadap tunduk kepada raja Mataram.
Brawijaya sigra
dènira ngling hèh sang juru tênung lan tabibah lan sira juru ujume benjang
sapungkur ingsun apa ana ingkang gêntèni satêrah-têrahingwang anèng Majalangu
jumênênga Brawijaya kadya ingsun lah jawabên dèn sayêkti juru tênung aturnya, hèh
sang nata kantun tigang siki titis mêdhang pasthi dadi nata gumantya nata
jênênge pan dados ratu agung lan ing têmbe ngalih nagari ing satêrah sang nata
ing Mataram nêngguh kèdhêp sakèh Ratu Jawa padha seba anênggih dhatêng Matawis
prabu tanpa singsingan.
Sudah barang tentu kisah ramalan itu hasil karangan
penyusun Babad Tanah Jawi yang ditulis jaman Mataram Islam atau sekitar dua
abad setelah Majapahit runtuh tahun 1527M. Penyusun naskah itu menghitung bahwa
pendiri atau yang menjadi cikal kesultanan Mataram merupakan tokoh yang muncul
setelah habis generasi ke-3 terhitung dari keturunan generasi pertama Sang
Brawijaya. Seumpama demikian itu maksudnya, maka jika dihitung mulai dari
keturunan generasi pertama Sang Brawijaya yaitu dalam hal ini mulai dari Raden
Bondan Kajawan, maka generasi ke-3 menunjuk pada Ki Ageng Sela. Ki Ageng Sela
putra Ki Ageng Getas Pandhawa dan Ki Ageng Getas Pandhawa putra sulung Raden
Bondhan Kajawan. Ki Ageng Sela memiliki 7 anak, nomer 1-6 perempuan dan yang
bungsu laki yaitu Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis punya putra nama Ki Pamanahan.
Kakak perempuan Ki Ageng Ngenis nomer 2 yaitu Nyi Ageng Saba punya 2 anak, yang
tertua menjadi istri Pamanahan, sedang yang muda bernama Ki Juru Martani. Yang
dapat kita anggap sebagai cikal berdirinya kesultanan Mataram sebenarnya Ki Pamanahan
karena tokoh ini yang pertama menempati tanah Mataram anugerah dari raja Pajang
Sultan Hadiwijaya Jaka Tingkir sampai kelak dilanjutkan Sutawijaya Ngabei
Loring Pasar hingga menjadi kesultanan Mataram. Tapi dalam riwayat Babad Tanah
Jawi soal ramalan ahli nujum Sang Brawijaya menyebutkan, setelah habis generasi
ketiga mulai dari keturunan pertama Sang Brawijaya yang artinya menunjuk pada
Ki Ageng Ngenis. Ki Ageng Ngenis memang pernah diangkat sebagai panembahan sepuh
di Pajang dan mendapat anugerah dari raja Pajang menempati tanah di Laweyan
sampai wafat. Tapi itu bukan cikal berdirinya Mataram. Dengan demikian soal
ramalan ahli nujum Sang Brawijaya dapatlah kita abaikan saja karena ternyata
hasilnya tidak jitu.
Setelah mendapat ramalan itu, Sang Brawijaya segera meninggalkan
Sidang pertemuan. Selanjutnya Sang Brawijaya lebih banyak menghabiskan waktu
berdua dengan permaisurinya, putri ing Darawati. Sampai kemudian terdengar
berita Sang Brawijaya terkena penyakit kelamin Rajasinga sehingga tak pernah
mengadakan pertemuan dengan para bawahan. Banyak tabib ahli pengobatan datang
berusaha mengobati penyakit Sang Brawijaya tetapi tak ada yang berhasil
menyembuhkannya. Sampai kemudian pada suatu dini hari jam tiga Sang Brawijaya
mendengar suara tanpa rupa yang mengatakan bahwa penyakitnya akan segera sembuh
jika berkumpul jadi satu dengan seorang putri Wandhan yang berwarna kuning.
Sang Brawijaya bangun dan esoknya segera memerintahkan untuk mencari seorang
putri Wandhan berkulit kuning dari Cempa yang menjadi pelayan atau mengiringi
Ratu Darawati. Putri Wandhan berkulit kuning ketemu dan setelah bersenggama atau
dicampuri atau disareni sekali saja, penyakit Sang Brawijaya langsung sembuh.
…sang nata gêrah
sangêt rajasinganên narpati alama tan sineba sakèh usada tan anêdhasi gêrahira
sampun tigang côndra tan ana ika sênggange ing wayah tabuh têlu amiyarsa swara
tan kaksi/keksi wau sri naranata kang swara sabda rum arsa ta sira waluya hèh
sang nata sakitira iku ugi anganggea wong wandhan angulatana wong wandhan
kuning samôngsa rêke sira anggea pinasthi waras sakite kagyat tumulya wungu Sri
Narendra ing Maospait ya kinèn ngulatana wong wandhan nulya nut bêbêktan saking
ing Cêmpa parêkane Nimas Ratu Darawati bêboyongan sing wandhan cinarita putri
wandhan kuning kamulane anèng nagri Cêmpa duk kalèng wandhan bêdhahe ya ta sira
sang prabu punang wandhan dipun sarèni [sanggama] sapisan nulya waras gêrahe
sang prabu.
Sampai kemudian sang Wandhan Kuning hamil dan
melahirkan seorang bayi laki yang sangat bagus rupanya bercahaya segemilang
bulan purnama. Mendengar kabar bahwa Wandhan Kuning melahirkan bayi laki yang
luar biasa itu Sang Brawijaya segera mengambil jabang bayi itu lalu
memerintahkan prajurit Majapahit memanggil juru sawah istana bernama Ki Buyut
Masahar yang segera datang menghadap. Sang Brawijaya memerintahkan kepada Ki
Buyut Masahar untuk membawa pulang sang bayi dan berpesan jika sudah usia genap
sewindu supaya bayi Wandhan Kuning itu dibunuh. Jika tidak mau membunuhnya, Ki
Buyut Masahar akan tertimpa celaka oleh supata atau kutukan Sang Brawijaya
maharaja Majapahit. Maka segera saja Ki Buyut Masahar membawa pulang sang bayi
itu dirawatnya di rumah dan inilah bayi yang kemudian bernama Raden Bondhan
Kajawan. Seorang lembu Peteng, putra raja yang tersingkir dan siap
disingkirkan.
salaminira sang nata anyarèni
ing kênyatan kadi mangkin ing mangke kang sarira anulya wawrat sang wandhan
kuning sampun lama jangkêp ing samaya saksana mbabar putrane jalu warna abagus
cahyanira amindha sasi sêdhênge sasadara wus katur sang prabu yèn wandhan
kuning ambabar miyos jalu warnane aluwih pêkik cahya anglir sasôngka sigra
pinundhut sang jabang bayi de sang nata anulya winangwang tuhu yèn bagus rupane
angandika sang prabu maring bala ing
Majapait lah sira timbalana ri samitraningsun sira Ki Buyut Masahar juru sawahira mangke sang narpati sigra
praptèng ngayunan Brawijaya sigra dènya angling hèh Sang Buyut sira ing Masahar
ambilên jabang bayine sira gawea sunu apan sira nora nganaki wêkas ingsun mring
sira yèn jangkêp sawindu rare iku patènana aywa sira lirwah ing ubaya mami sun
supatani sira karananya wêkas ingsun gati maring sira ing sang rare jabang si
juru tênung tabibe pinêca dadi ratu lan angrusak ing jênêng mami Ki Buyut ing
Masahar sigra amit mantuk kang jabang bayi binêkta praptèng wisma ni buyut egar
ing ati amanggih anak lanang warnanira dinulu apêkik mapan tusing subrata kusuma
nyai buyut langkung sihe dènira darbe sunu pan dinadah dinulang nênggih esuk
sore karêksa myang pangrêksanipun ni buyut pinancawara polahira kadi bêbêle
pribadi
BERSAMBUNG
SIWI SANG
transkrip Babad Tanah Jawi batawi Sentrem diambil di sini:
kunjungam perdana kang, banyak tulisan di blog ini yang menarik, makasih pencerahanya sejarahnya. akarasa dot com
ReplyDeleteterimakasih kunjungannya om @Ulul Rosyad. silakan jika ada yang layak jadi tambahan bacaan soal sejarah nusantara klasik.
Delete