Sejarah, Sastra, dan Jurnalis Warga

  • Sunday, January 3, 2016

    Sendratari Ruwat Durga atau Sadewa Sang Sudamala di Malam Tahun Baru Masehi 2016 Tulungagung


    Inilah sendratari menampilkan satu episode dramatik tentang perjuangan, pengorbanan, murka, yang harus dihadapi dewi Uma. Kesetiaan bidadari cantik jelita sakti atau permaisuri batara Siwa alias batara Guru itu harus ditebus mahal, menjadi Sang Durga dibuang sengsara dalam rimba belantara wingit Gandamayit selama 12 tahun. 


    Sendratari yang mengadopsi kisah Sudamala ini tampil pada malam tahun baru 2016 di aspal jalan raya depan rumah makan Dapur Kunang Kunang di utara gedung Perpusda Tulungagung atau di timur laut alun alun Tulungagung.

    Sendratari diperankan 3 pemain yaitu Meilia Padma Kartyasa dari kota Malang sebagai Sang Durga, Anugerah Langit dari Tulungagung sebagai Dewi Kunti, dan kang Bayu Kriswantoro Cawang Segawe Perkusi Tulungagung sebagai Sadewa sang Sudamala.

    Pentas sendratari dengan panggung alami aspal jalan raya itu menjadi bagian dalam acara 8 jam nonstop Cawang Segawe Perkusi Tulungagung yang main perkusi mulai 31/12 2015 jam 16.00 sore sampai 1/1 2016 jam oo.oo. Acara ini terselenggara kerjasama dengan Dapur Kunang Kunang.

    Inilah alur kisah Sudamala yang narasinya dibacakan malam itu oleh mbak Wolly Astuti diiringi alun suara musik etnik perkusi dari grup Cawang Segawe Perkusi Tulungagung.

    Pada mulanya batara Guru menganggap dewi Uma sebagai istri yang tidak setia. Sang Dewi yang cantik jelita diturunkan dari kayangan menuju rimba belantara wingit Gandamayu menjadi sosok raksesi bernama dewi Durga. Dengan kemarahan, rasa sedih, dan putu asa, terciptalah Durga dari sosok Uma yang cantik jelita. Durga hadir menenebar ketakutan ke dunia, jiwa yang datang dari rasa sakit oleh sebab kasih yang terabaikan, kasih yang terbuang, dan kasih yang terkianati.

    Selama 12 tahun rimba belantara Gandamayu menjadi saksi penantian panjang seorang Durga. Ia sedang menanti sebuah proses peruwatan sebagaimana dijanjikan Batara Guru. Bahwasanya yang mampu meruwat Durga adalah kesatria bernama Sadewa, saudara kembar Nakula dari keluarga Pandawa.

    Suatu ketika terjadi perang antara pandawa dengan saudaranya dari kurawa. Pandawa terancam. Kunti, ibu Pandawa merasa cemas kehilangan para putranya. Keadaan itu membuka peluang Sang Durga. 

    Dengan segala kekuatannya, Durga datang menemui Kunti, sanggup membantu menyelamatkan Pandawa dengan sarat Kunti harus menyerahkan sadewa sebagai tumbal membebaskan Durga dari kutukan Batara Siwa.

    Pada awalnya Kunti menolak. Ia tidak mau mengorbankan sadewa. Durga murka. Dan kerapuhan dan kelembutan hati Kunti dimanfaatkan oleh Durga. Terciptalah sosok bernama Kalika yang sudah ditanami rasa cinta lalu merasuk ke diri Kunti.

    Kemudian Kunti meminta kepada Sadewa mau menjadi tumbal membersihkan Sang Durga dari segala noda. Menjadikan Sang Durga kembali cantik jelita. 

    Karena merasa tidak memiliki kekuatan, Sadewa menolak kehendak ibunya. 

    Namun dengan segala daya dan upaya, ahirnya dewi Kunti berhasil membawa Sadewa, menyerahkannya kepada Sang Durga di rimba belantara Gandamayu. Kunti mampu melakukan itu karena dalam dirinya bersemayam sosok Kalika ciptaan Sang Durga.

    Durga yang sudah lama mengharap menyelesaikan segala penderitaan dalam pengasingan 12 tahun merasa sangat gembira dengan kedatangan Kunti bersama Sadewa. Tetapi Sadewa yang merasa tidak memiliki kekuatan, menolak keinginan Sang Durga.

    Penolakan itu membuat murka penghuni Gandamayu itu. Sadewa diikat di pohon Randu. Keselamatan Sadewa berada dalam genggaman tangan Sang Durga.

    Kabar itu sampai ke hadapan batara Guru. Ia segera turun tangan, merasuk ke dalam jiwa dan raga Sadewa.

    Ahirnya, dengan segala kekuatan barunya, Sadewa berhasil meruwat Durga, mengembalikan ujud asli sebagai Dewi Uma yang cantik jelita.

    Sementara Durga yang terluka tidak kembali kepada Batara Siwa. Ia melanjutkan kehidupannya, pengabdiannya, cinta kasihnya, kepada seluruh pecinta kesetiaan ada di bumi ini.

    Durga tidak hitam tidak putih tidak jahat tidak baik. Dia telah berubah sebagai dewi Uma.

    Lantaran berhasil meruwat Sang Durga menjadi dewi Uma yang cantik jelita, batara Guru menamai Sadewa sebagai Sang Sudamala, sang pembebas dari segala noda.

    Sadewa, Sang Sudamala, sosok berhati putih mampu mengubah amarah kebencian dan sakit hati menjadi cinta kasih, mengembalikan kasih yang hilang. Kelak, Sadewa sang Sudamala melanjutkan perjuangan bersama Pandawa atas restu dewi Durga.

    Adapun Dewi Uma yang tersia sia tetap di janji dengan kesetiaannya.

    Demikian alur kisah Sudamala dalam sendratari yang mampu menjadi magnet masarakat pengunjung alun alun Tulungagung menambah warna perayaan malam tahun baru 2016.

    Selesai pementasan Ruwat Durga atau Sudamala, Meilia Padma Kartyasa merasa sangat luar biasa, karena dapat menyatu dengan para penonton yang memadati aspal jalan. Dalam banyak pentas sebelumnya, Menurut Meilia, selalu menggunakan panggung buatan yang terpisah dengan penonton.

    Meilia Padma juga menyampaikan, biasanya menggunakan 4 pemain, yaitu Sadewa, Kunti, Durga, dan Uma. Tapi pada penampilan malam kemarin menggunakan 3 pemain dan selalu diiringi gamelan jawa.

    Pengalaman kolaborasi dengan iringan musik etnik perkusi dari grup Cawang Segawe Perkusi Tulungagung merupakan pengalaman baru yang istimewa dan unik. Melia Padma merasa terinspirasi untuk suatu saat kelak kolaborasi dengan iringan jenis musik lain.

    Bayu Kriswantoro juga merasa berkesan mendalam dapat kolaborasi dalam sendratari Sudamala. Ia mengungkapkan, karena masing masing pemain sudah paham dengan cerita dan peran yang dibawakan, menjadikan penampilan malam tahun baru kemarin memiliki roh atau lebih berjiwa. Antar pemain, menurutnya, juga tidak kesulitan untuk saling merespon tiap gerakan.

    Meski sebelumnya tidak melakukan latihan kusus persiapan pentas malam tahun baru 2016, menurut Bayu, konsep sendratari dapat dikomunikasikan dan diujudkan dengan baik.

    Dan meski bentuk kontemporer, masih menurut Bayu Kriswantoro, sendratari Ruwat Durga tetap mengacu pada pakem gerak tari.

    Selain sendratari Sudamala, dalam acara 8 jam nonstop Cawang Segawe Perkusi Tulungagung juga menampilkan beberapa kolaborasi seperti tari, musikaliasi puisi yang dibacakan seniman Widji Paminto Rahayu, dan Setio Hadi.

    Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/siwisang/ruwat-durga-dalam-8-jam-nonstop-cawang-segawe-perkusi-tulungagung-di-malam-tahun-baru-2016_5687f7cfb47a61e416a77e1a

    Sadewa dan Sang Durga diperankan kang Bayu Kriswantoro dan mbak Meilia Padma Kartyasa



    YOUTUBE:


    https://youtu.be/LbmQJsIj5gA

    https://www.youtube.com/watch?v=SI83KYqYWHo

    https://www.youtube.com/watch?v=5-Ta56DvjtI 




    No comments:

    Post a Comment