Sejarah merupakan wahana penting dalam pendidikan
suatu bangsa. Banyak negara di dunia ini yang menempatkan sejarah sebagai unsur
penting pendidikan kebangsaannya. Itu berpangkal dari keyakinan bahwa sejarah
berpotensi mengembangkan sifat dan karakter generasi muda suatu bangsa.
poto peninggalan relief di situs goa Pasir Tulungagung |
Memandang betapa sejarah memiliki peran sangat
setrategis dalam pengembangan jiwa dan karakter bangsa serta dalam rangka
menggali potensi sumber sumber sejarah yang ada di tiap kabupaten atau kota di
Jawatimur, juga sebagai upaya melestarikan dan melindungi sejarah lokal,
Biro Administrasi Kemasyarakatan Sekretariat Daerah Jawatimur telah
menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pengembangan Nilai Sejarah Lokal Untuk
Memperkuat Identitas Jawatimur, bertempat di hotel Royal Trawas Mojokerto,
20-22 Agustus silam.
Peserta Rakor berasal dari perwakilan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata se Jawatimur, Instansi Pemerintah, Bakorwil,
Akademisi, sejarawan, Budayawan, serta beberapa penulis sejarah.
Narasumber sebanyak 5 orang, yaitu Endang Prasanti
Kabid Sejarah Museum dan Purbakala Dinas Pariwisata Jawatimur, Aminuddin Kasdi
Gurubesar sejarah UNESA, budayawan Jawatimur Aman Sugandhi, penulis sejarah
Agus Sunyoto, dan Ayu Sutarto Gurubesar Universitas Negeri Jember. Acara
yang berlangsung dua hari itu dibuka oleh Asyhar, Asisten Kesejahteraan
Masyarakat propinsi Jawatimur.
Sejarah merupakan wahana penting dalam pendidikan
suatu bangsa. Banyak negara di dunia ini yang menempatkan sejarah sebagai unsur
penting pendidikan kebangsaannya. Itu berpangkal dari keyakinan bahwa sejarah
berpotensi mengembangkan sifat dan karakter generasi muda suatu bangsa.
Memandang betapa sejarah memiliki peran sangat
setrategis dalam pengembangan jiwa dan karakter bangsa serta dalam rangka
menggali potensi sumber sumber sejarah yang ada di tiap kabupaten atau kota di
Jawatimur, juga sebagai upaya melestarikan dan melindungi sejarah lokal,
Biro Administrasi Kemasyarakatan Sekretariat Daerah Jawatimur telah
menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pengembangan Nilai Sejarah Lokal Untuk
Memperkuat Identitas Jawatimur, bertempat di hotel Royal Trawas Mojokerto,
20-22 Agustus silam.
Peserta Rakor berasal dari perwakilan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata se Jawatimur, Instansi Pemerintah, Bakorwil,
Akademisi, sejarawan, Budayawan, serta beberapa penulis sejarah.
Narasumber sebanyak 5 orang, yaitu Endang Prasanti
Kabid Sejarah Museum dan Purbakala Dinas Pariwisata Jawatimur, Aminuddin Kasdi
Gurubesar sejarah UNESA, budayawan Jawatimur Aman Sugandhi, penulis sejarah
Agus Sunyoto, dan Ayu Sutarto Gurubesar Universitas Negeri Jember. Acara
yang berlangsung dua hari itu dibuka oleh Asyhar, Asisten Kesejahteraan
Masyarakat propinsi Jawatimur.
Ketika menyampaikan sambutan, Asyhar menekankan
pentingnya memelihara kebudayaan dan sejarah lokal dalam suasana arus
globalisasi yang tidak dapat terbendung lagi, terutama yang selama ini banyak
menggempur media elektronika. Ia melihat dalam suasana yang sangat liberalistik
selama ini sering kebablasan.
"Sering ada guyonan bahwa liberalistik itu
diikuti semboyan 'Wanipiro'. Padahal liberalistik memiliki nilai yang berkaitan
dengan kebaikan dan kebenaran, bukannya 'berani berapa' alias 'wanipiro',"
kata Asyhar.
Selama ini banyak yang berpikir bahwa negara negara
maju memiliki kompetensi dan skil yang sangat luarbiasa. Padahal tidak. Menurut
Asyhar, negara negara maju memiliki kompetensi dan skil sebanding dengan
karakter yang ada.
"Karenanya, liberalistik yang tidak mungkin
kita bendung harus diimbangi dengan penguatan karakter kebudayaan yang bukan
sekadar pada tataran 'Wanipiro," kata Asyhar.
Ia kemudian menyontohkan ada negeri yang moderen
atau maju tetapi masih kuat menjaga adat tradisi bangsanya, yaitu Jepang.
"Tentunya," kata Asyhar, " kita
punya keinginan seperti Jepang. Kita dapat mengangkat kembali misalnya
cerita kedigdayaan Gajahmada kepada anak anak muda melalui berbagai media
seperti televisi. Jangan cuma selalu mengenalkan tokoh Rambo yang sangat luar
biasa itu. Ini tantangan besar terutama kepada para pemerhati dan para
pelaku budaya dan tentunya ada kewajiban dan peran serta para tokoh masyarakat
untuk mendorong media elektronik menghadirkan tayangan seimbang antara muatan
asing dan lokal."
Selama ini, menurut Asyhar, masyarakat banyak
keliru ketika memaknai hidup moderen dalam satu pemahaman Westernisasi kebarat
baratan. "Itu kesalahan cara berpikir," tegas Asyhar,
"Bahwa budaya tradisional dianggap moderen
jika mengandung nilai nilai rasional dan karakter luhur. Kita harus menerima
perubahan jaman, tapi jangan melupakan sejarah dan kearifan bangsa."
Sementara itu terkait rapuhnya minat generasi muda
mencintai sejarah, di hadapan para peserta Rakor, Endang Prasanti yang menjadi
narasumber pertama menyampaikan bahwa kenyataan itu bukan kesalahan mereka,
melainkan lebih banyak kesalahan para orang tua.
"Sembilanpuluh persen kesalahan generasi tua
yang tidak telaten mengenalkan kepada anak anaknya untuk selalu belajar dari
sejarahnya sendiri," tegas Endang Prasanti.
Karenanya, menurut Endang, menjadi tugas besar bagi
para orang tua, para pelaku kesenian budaya, juga para penulis sejarah untuk
lebih gigih mendekatkan sejarah kepada generasi muda supaya mereka tidak
terjebak dan terseret arus globalisasi yang semakin tak terkendali.
Atasnama pemerintah Jawatimur, Endang Prasanti
mengajak kepada semua pihak untuk memajukan dan mengembangkan potensi sejarah
dan kearifan lokal di daerahnya masing masing.
SIWI SANG
SUMBER TULISAN:
No comments:
Post a Comment