Kita selama ini sudah mulai tersisih dengan sejarah lokal kita. Abai
dengan apa yang ada dalam diri kita. Barangkali kita sejenak pada
harijadi di daerah daerah kita mengenang sejarah. tetapi hanya sebatas
pada peristiwa.
Demikian pernyataan yang diluncurkan sastrawan Ngawi Tjahjono Widarmanto di hari kedua Rapat Koordinasi Pengembangan Nilai Sejarah Lokal Untuk Memperkuat Identitas Jawatimur di ruang Wisnu Kencana hotel Royal Trawas Mojokerto, 21 Agustus silam.
Demikian pernyataan yang diluncurkan sastrawan Ngawi Tjahjono Widarmanto di hari kedua Rapat Koordinasi Pengembangan Nilai Sejarah Lokal Untuk Memperkuat Identitas Jawatimur di ruang Wisnu Kencana hotel Royal Trawas Mojokerto, 21 Agustus silam.
Tjahjono Widarmanto sepakat bahwa identitas Jawatimur sangat ditentukan
identitas sejarah lokal. Bahkan sejarah kebangsaan negeri ini sangat
ditentukan pula oleh anasir anasir sejarah lokal. Menurutnya, yang
paling bertanggungjawab pada sejarah lokal suatu daerah adalah
masyarakat yang ada tempat masing masing.
"Oleh karena itu, kata Tjahjono, " saya mengimpikan setiap daerah baik kota dan kabupaten mempunyai penulisan sejarah lokalnya sendiri."
Ia kemudian menceritakan seorang penulis sejarah lokal bernama Dukut Imam Widodo yang menulis banyak sejarah lokal seperti Malang Tempo Doeloe, Surabaya Tempo Doeloe.
"Saya hormat pada sahabat saya itu, Dukut Imam Widodo," kata Tjahjono Widarmanto. "Dia menawarkan penulisan sejarah lokal pada kabupaten kabupaten termasuk Ngawi. Tetapi yang di kabupaten juga terkaget kaget dengan besarnya biaya. Itu karena memang paradigmanya berbeda. Selama ini barangkali pihak pemerintah memandang pembuatan buku seperti membuat pisang goreng. tetapi lupa bahwa penulisan buku sejarah lokal jelas butuh dana besar terutama untuk proses penelitian. Maka wajar jika banyak pihak terkejut kejut."
Pada kesempatan itu Tjahjono Widarmanto yang berlatarbelakang sebagai seorang penulis berharap pemerintah Jawatimur mendorong tiap daerah untuk menulis buku identitas sejarahnya. "Dan ini nanti akan dinilai oleh propinsi lalu diberi penghargaan yang layak, " katanya.
"Oleh karena itu, kata Tjahjono, " saya mengimpikan setiap daerah baik kota dan kabupaten mempunyai penulisan sejarah lokalnya sendiri."
Ia kemudian menceritakan seorang penulis sejarah lokal bernama Dukut Imam Widodo yang menulis banyak sejarah lokal seperti Malang Tempo Doeloe, Surabaya Tempo Doeloe.
"Saya hormat pada sahabat saya itu, Dukut Imam Widodo," kata Tjahjono Widarmanto. "Dia menawarkan penulisan sejarah lokal pada kabupaten kabupaten termasuk Ngawi. Tetapi yang di kabupaten juga terkaget kaget dengan besarnya biaya. Itu karena memang paradigmanya berbeda. Selama ini barangkali pihak pemerintah memandang pembuatan buku seperti membuat pisang goreng. tetapi lupa bahwa penulisan buku sejarah lokal jelas butuh dana besar terutama untuk proses penelitian. Maka wajar jika banyak pihak terkejut kejut."
Pada kesempatan itu Tjahjono Widarmanto yang berlatarbelakang sebagai seorang penulis berharap pemerintah Jawatimur mendorong tiap daerah untuk menulis buku identitas sejarahnya. "Dan ini nanti akan dinilai oleh propinsi lalu diberi penghargaan yang layak, " katanya.
Agus Sunyoto dan Ayu Sutarto |
Terkait pentingnya penulisan sejarah lokal ternyata mendapat sambutan di hari berikut dari beberapa peserta Rakor antaranya penulis sejarah kelahiran Nganjuk, Harmadi.
"Saya sangat setuju dengan penulisan sejarah lokal di masing masing daerah termasuk Nganjuk," tegas Harmadi. " Akan tetapi adakalanya penulisan sejarah suatu daerah tidak mendapat tanggapan dari yang berkompeten. Saya telah menulis Babad Anjukladang. Saya sodorkan pada beberapa pejabat di Nganjuk karena lingkupnya lokal. Dulu pernah ada dari Dinas Pariwisata yang mau kerjasama membiayai penerbitan buku. Tetapi ketika saya menyodorkan hasil tulisan saya, tidak mendapat tanggapan. Bahwa kendala utama penulisan sejarah lokal memang masalah pembiayaan penerbitan."
Peserta lainnya, Ahmad Zaenuri dari Universitas Jember juga antusias
dengan adanya penulisan sejarah lokal. hanya memang menurutnya, untuk
mengeksplor pengembangan sejarah lokal terutama dalam dunia pendidikan,
perlu kajian yang kredibel.
"Di tempat kami," kata Zaenuri, "ada pusat penelitian unggulan bidang budaya dan etnik dan sementara ini di Osing. Kita membiayai banyak penelitian terkait Osing. Diskursus yang berkembang, budaya itu nantinya menjadi salahsatu pengungkit ekonomi di masing masing daerah. Salahsatu kajian kita juga dicetak dengan menerbitkan buku kamus Osing."
"Di tempat kami," kata Zaenuri, "ada pusat penelitian unggulan bidang budaya dan etnik dan sementara ini di Osing. Kita membiayai banyak penelitian terkait Osing. Diskursus yang berkembang, budaya itu nantinya menjadi salahsatu pengungkit ekonomi di masing masing daerah. Salahsatu kajian kita juga dicetak dengan menerbitkan buku kamus Osing."
Dan harapan akan adanya perkembangan penulisan sejarah lokal di
Jawatimur seperti mendapat tenaga segar setelah pada ujung acara Rakor,
menghasilkan tujuh rekomendasi, satu antaranya yaitu mendorong
pemerintah propinsi Jawatimur untuk melakukan atau mengakomodasi
penulisan sejarah lokal di masing masing daerah kabupaten atau kota di
Jawatimur dan penerbitannya.
Tjahjono Widarmanto |
-----------
SIWI SANG
SUMBER TULISAN:
http://www.kompasiana.com/siwisang/penulisan-sejarah-lokal-memang-mahal_54f5dcd8a33311f4518b4836
http://www.kompasiana.com/siwisang/penulisan-sejarah-lokal-memang-mahal_54f5dcd8a33311f4518b4836
No comments:
Post a Comment