PRASASTI BENDOSARI 1360 M ditemukan di dukuh Bendosari, desa Jambu, Trenggalek pada tahun 1896M. Prasasti ini merupakan suatu keputusan hakim. Oleh karena itu dinamai Jayapatra atau Jayasong.
Prasasti Bendosari 1360M menampilkan susunan ketatanegaraan
menurut hukum adat yang dinyatakan dengan kekuasaan sri maharaja Hayam Wuruk
teriring perintah sri paduka Tribhuwanatunggadewi, permaisuri bhre Tumapel I
sri paduka Kertawardhana. Lalu perintah diturunkan dengan keijinan atau
bayangan sri paduka Wijayadewi Dyah Wiyat, permaisuri bhre Wengker I sri paduka
Wijayarajasa.
Perintah ditandai oleh para anggota Dewan Mahamenteri Katrini.
Selanjutnya turun kepada dewan enam anggota paratanda rakrian atau Rakryan
Ring Pakirakiran, yaitu Senapati, Atmararaja, Rakrian Demung, Rakrian
Kanuruhan, Rakrian Rangga, dan Rakrian Tumenggung, dengan dibantu oleh patih
Pajang dan Rake Juru Pengalasan. Sementara yang menjadi pusat badan eksekutif
adalah mapatih Gajahmada, sang penyambung lidah raja.
Menurut Prasasti ini keputusan-keputusan pengadilan ditetapkan dan
disiarkan tidak oleh dewan hakim yang berwenang menjalankan hukum, melainkan
segala pertimbangan dan penyelidikan hakim dilimpahkan kepada badan lain yaitu
dewan rakryan paratanda. Di sini ada pemisahan peradilan, tetapi tidak boleh
menghilangkan hubungan tatapraja ketiga jawatan kerajaan tersebut.
Anjuran keputusan peradilan dimajukan oleh mahkamah yang
beranggotakan tujuh orang hakim pamegat. Cara kerja dewan hakim dan hukum mana
yang dipakai untuk mengambil putusan atas perkara yang dihadapi, juga
memerhatikan dan meninjau bersama-sama bagian pasal lain.
Berikut sebagian isi Prasasti Bendosari berdasar terjemahan Muhammad Yamin.
Perintah kerajaan itu
teriring perintah Cri Tribhuwanottunggarajadewi Jayawisnuwardhani yang menyamai Dewi Laksmi yang menjadi jimat manggala segala raja, yang dihiasi kemolekan
indah, bijak dan giat, yang seolah bersatu luhur dengan Sri Paduka
Kertawardhana [baginda Tumapel I] dikelilingi segenap raja bawahan yang tunduk
takluk.
Perintah itu teriring
pula oleh keijinan Sri Paduka Wijayadewi [ratu Daha Dyah Wiyat] yang dihiasi
tenaga yang tiada cacatnya, berhubungan dengan intan permata kepada para raja,
yang seolah membentuk kesatuan luhur dengan Sri Paduka Bhattara Wijayarajasa
[baginda Wengker I] yang termashur karena keberaniannya di medan pertempuran.
Perintah ditampung
ketiga Rakyan Mahamenteri Katrini yaitu rakrian mahamenteri hino Dyah Iswara,
rakriana mahamenteri Sirikan Dyah Ipo dan rakrian mahamenteri Halu Dyah
Kancing.
Lalu menurun kepada
para tandha Rakrian Ring Pakirakiran semua yaitu sang arya senopati Pu Tanu,
sang arya Atmaraja Pu Tanding, rakrian demung Pu Gasti, rakrian kanuruhan Pu
Turut, rakrian rangga Pu Lurukan, rakrian tumenggung Pu Nala. Dibantu
Patih Pajang dan ditemani Rake Juru Pengalasan, Pu Petul yang ahli dalam
kebijaksanaan politik.
Semua menteri tersebut
merupakan anggota dewan menteri dibawah pimpinan Rake mapatih Pu
Mada yang cakap dalam berbagai kebijaksanaan, sakala nitiwrha spatisanggramika,
pelindung baginda maharaja, pranaraksana cri maharaja, yang menjadi saluran tempat
menyalurkan kekuasaan sri maharaja menuju kepada rakyat, serupa pranala pada
arca mahadewa siwa, peneguh kekuasaan raja, selalu tepat dalam tindakannya
dalam mandala Jawadwipa, hita karmaning yawadwipamandala, penghancur musuh
baginda maharaja.
Dharmajaksa Ring Kasaiwan sang arya Rajaparakrama dang acarya dharmaraja. Dharmadhaksa Ring Kasogatan sang arya diraja
dang acarya Kanakamuni yang mahir pengetahuannya dalam kitab sastra pelajaran
agama Buda dan pemecahan ilmu bahasa.
Pejabat hukum yang
mengambil keputusan dalam setiap pertikaian adalah Sang Pamegat Tiruan
sang arya Wangsadiraja dang acarya Siwanata, Sang Pamegat Kandamuhi dang acarya
Marmanata mapanji Sang Suman, Samegat Manghuri dang acarya Smaranata, Samegat
Jamba dang acarya Jayasmara, Samgat Pamwatan dang acarya Iswara, dan Samgat Kandangan Rarai dang acarya
Munindra [Prapanca].
Mereka semua
mempertimbangkan segala alasan yang dimajukan kedua pihak yang bersengketa lalu
memberi keputusan dengan perantara para hakim berdasarkan hak dan kewajiban
sebagai warga Negara, lalu menambahkan penjelasan terhadap kedua alasan kedua
belah pihak yang bersengketa dengan membubuhi tanda peringatan, supaya
selanjutnya dapat diketahui dan dilaksanakan para rakrian ring Pakirakiran yang
mengepalai berbagai perkara Negara setelah menunjukkan kekuatan alasan kedua
belah pihak.
---------
SIWI SANG
Lebih komplit termasuk transkip asli ada termuat dalam Muhammad Yamin, Tatanegara Madjapahit, Parwa 1-2, yayasan Prapantja,
Jakarta, 1962.
Featured Post
Tafsir Sejarah Lumajang Kesultanan Islam Tertua di Jawa Harus Dikaji Ulang
Social Counter