Sejarah, Sastra, dan Jurnalis Warga

  • Sunday, July 20, 2014

    Pararaton Sangat Penting Bagi Sejarah Majapahit



    Setelah Kakawin Negarakertagama selesai ditulis, 1365M, karya sastra yang dapat dianggap sebagai rujukan utama sejarah Majapahit adalah Serat Pararaton.  Ada banyak berita sejarah yang dalam karya sastra lain tidak termuat, bahkan tidak dalam prasasti, tetapi ternyata termuat dalam serat ini. 



    Sumber sejarah dalam bentuk karya sastra seperti Serat, Babad, Hikayat, Kakawin, dapat saja dibikin sedemikian rupa berdasarkan paham keyakinan yang dianuti penulis maupun pihak penguasa yang memerintah pembuatan sejudul karya sastra.

    Selain itu karya sastra juga banyak kecampur dongeng dan mitos yang tujuannya untuk mengunggulkan tokoh tertentu. Bikin kandungan sejarah dalam karya sastra diragukan kebenarannya.

    Karena itu nilai beritanya memang harus ditautkan dengan berita lain yang lebih dipercaya atau sumber sejarah yang lebih kuat.

    Meski demikian berita dalam bentuk karya sastra kuna dan cerita rakyat masalampau tetap digolongkan sebagai salah satu sumber sejarah. Keberadaannya tidak boleh diabaikan.

    Bukan tidak mungkin dalam episode tertentu, karya sastra jadi rujukan utama jika tidak atau belum ada sumber sejarah lebih kuat macam prasasti.

    Jika suatu peristiwa pada kurun tertentu berita sejarahnya tidak dapat ditemukan dalam sumber sejarah primer atau prasasti, maka yang selanjutnya dilakukan adalah menengok sumber sejarah sekunder seperti catatan perjalanan pengembara asing maupun lokal atau beberapa karya sastra kuna.

    Dan jika suatu episode peristiwa sejarah katakanlah hanya diberitakan dalam sumber sejarah sekunder bentuk karya sastra, maka sementara itulah yang menjadi pedoman, sembari menunggu kalau kalau ada temuan sumber sejarah baru yang lebih kuat dalam bentuk prasasti.

    Contoh paling sohor dan sudah banyak dibicarakan sejarah adalah berita Sumpah Palapa yang dikumandangkan mahapatih Majapahit Gajah Mada. Sementara ini hanya Serat Pararaton yang menulis peristiwa itu.

    Kemudian peristiwa sejarah Paregreg Agung, 1406M, pertikaian sesama keluarga Majapahit antara raja Kedaton Kulon Aji Wikramawardhana dengan raja Kedaton Wetan Bhre Wirabhumi II Aji Rajanatha. Berita peperangan ini tidak termuat dalam prasasti, melainkan hanya dalam Serat Pararaton. Karya sastra lain yang memberitakan atau menyinggung adanya perang Regreg, sangat mungkin berpedoman pada Serat Pararaton.

    Memang pada awal penulisan, ketika meriwayatkan sejarah Ken Arok, Serat Pararaton banyak  cerita mitos mengunggulkan suami kedua Ken Dedes ini. Sehingga beberapa pendapat mengatakan Serat Pararaton kurang dapat dipercaya sebagai sumber sejarah Singasari atau Majapahit.

    Ketika membicarakan sejarah Tumapel Singasari, penulis Serat Pararaton ternyata juga berat sebelah, hanya menampilkan kejayaan Jenggala, menenggelamkan sejarah Panjalu Daha Kediri. Ini dibuktikan tidak termuatnya deretan pararaja Panjalu Daha Kediri masa awal Tumapel, sebagaimana tercatat dalam prasasti Mula-Malurung 1255M, seperti Mahisa Wonga Teleng, Guning Bhaya, dan Tohjaya. Nama Tohjaya yang berdasarkan berita prasasti Mula-Malurung tercatat sebagai raja Panjalu Daha, ditempatkan sebagai salah satu raja Tumapel pengganti Anusapati.

    Tetapi ketika meriwayatkan silsilah keluarga pararaja Majapahit ternyata banyak kesesuaian dengan sumber sejarah lain seperti beberapa prasasti dan Kakawin Negarakertagama. Silsilah pararaja Majapahit dalam Serat Pararaton hampir seluruhnya cocok dengan Kakawin Negarakertagama. Padahal Serat Pararaton ditulis pada tahun 1613M, jauh setelah Majapahit runtuh.

    Karena itulah Serat Pararaton sangat layak diandalkan sebagai salah satu sumber penting sejarah Majapahit. Sangat pantas Serat Pararaton menjadi panduan penting sejarah Majapahit.

    Meski demikian, karena merupakan sumber sejarah bentuk karya sastra dan pada awal penulisan mengandung banyak mitos dan legenda, Serat Pararaton tetap harus ditautkan dengan beberapa sumber lain.

    Sebagaimana karya sastra lainnya, Serat Pararaton juga harus jeli dan kreatif membaca dan menginterpretasikan atau menafsirkan kandungan sejarahnya.

    Serat pararaton ditutup dengan kalimat: 

    iti pararaton telas sinurat ing iccasada ring sela penek i saka wiyasa guna bayuning wong, 1535. ngkana kowusanira sinerat dina pa sa warigadyan masa kresnapaksa dwitiyaning karwa. sampun tan kapaharjaha de sang suddhamaca tuna lewihing sastra durbhiksa tan open kwehaning nasa mapan olihing arddha punggung mahwasisinahu. om dirggahayu astu tathast om subham astu kintu sang anurat.

    Artinya kurang lebih: 

    Demikianlah Pararaton rampung ditulis di Iccasada desa Selapenek pada sabtu pahing, tanggal dua kresnapaksa, minggu warigdayan, tahun saka 1535/1613M. Semoga diterima baik oleh para pembaca. Banyak kekurangan dan kelebihan huruf hurufnya, sukar dinikmati, atau banyak kata keliru, memang ini hasil kebodohan karena baru saja belajar. Semoga panjang umur, semoga demikian hendaknya, selamat bahagia bagi semua juga sang penulisnya.

    Dari kalimat penutup itu, terbaca betapa rendah hati penulis Pararaton mengakui segala kekurangan dan kelemahan. Mengakui bahwa tidak seluruh isi kitab yang ditulis mengandung kebenaran atau kenyataan sejarah. Tentunya banyak peristiwa yang terlewatkan. Penulis Pararaton rupanya memahami bahwa watak karya sastra selalu mengandung kelemahan.

    __________

    SIWI SANG

    Bahan bacaan: buku Negarakertagama Dan Tafsir Sejarahnya karya Slamet Muljana
    Serat Pararaton


    No comments:

    Post a Comment