SIWI SANG PENCARI
DI SELA KITAB & PRASASTI
Catatan Kecil Cak Nasrul Ilahi
Gapura
Kebenaran tulisan sejarah
merupakan kebenaran relatif apa yang diyakini hari ini sebagai sebuah
kebenaran, pada satu titik waktu bisa gugur dan dimentahkan. Sebabnya bisa
karena telah ditemukan bukti sejarah yang baru, hadirnya penafsiran baru yang
kuat, atau karena kepedulian tinggi seseorang sehingga tidak lelah-lelah
mencari dan mencari fakta dan penafsiran yang luput dari pengamatan para ahli.
Siwi
Sang Pencari bukan seorang ahli sejarah tetapi seorang pencari kebenaran
sejarah yang teliti dan hati-hati. Langkahnya dituntun oleh tanda tanya. Setiap
jawab yang ditemukan melahirkan tanda tanya baru. Beliau tidak dirangsang oleh
tugas skripsi, tesis, disertasi, bahkan juga tidak oleh proyek penelitian
maupun penulisan sejarah. Inner potensinya mengemuka dan berkembang karena
minat dan kepeduliannya akan sejarah.
Ada kunci-kunci termasuk nilai
budaya yang dikemukakan Siwi Sang Pencari
sehingga dalam menarik benang merah bukti-bukti sejarah menjadi lebih logis dan
mudah dicerna. Meskipun begitu, yang masih awam sejarah juga masih tetap
bingung membaca nama-nama kerajaan, silsilah keluarga raja-raja, maupun
peristiwa-peristiwa pemicu perjalanan sejarah. Mudah-mudahan acara bedah buku
ini bisa menjadi gapura (entry point) menuju pemahaman sejarah
yang lebih memadai. Tanpa mengetahui sejarah, bagaimana bisa kita tidak
melupakan apalagi menghargai sejarah.
Pondasi
Buku GIRINDRA Pararaja Tumapel
Majapahit ini lebih fokus mengungkapkan fakta kesejarahan seputar makna sajaratun atau pohon. Silsilah Wangsa
Girindra Majapahit, Silsilah Wangsa Girindra Tumapel, Daftar Pararaja
Majapahit, maupun Daftar Raja dan Ratu di Keraton Bawahan Majapahit menjadi
tuntunan yang gamblang bagi pembaca, terutama yang masih awam sejarah.
Sementara itu uraian sebanyak 284 halaman plus merupakan argumentasi
argumentasi politis, sosial budaya, dan filologisnya.
Pemerhati sejarah dan budaya
seperti saya dan mungkin juga lainnya, setelah membaca buku ini merasa
mengalami pencerahan sehingga lebih melek-sejarah.
Rasanya seperti telah membaca beberapa buku sejarah sekaligus. Ada benang merah
yang tidak sekedar menghubungkan, tetapi telah merajut fakta-fakta sejarah.
Semua menjadi lebih gamblang seperti membaca mind-map dalam pembelajaran dan seperti membuka Google Earth di Taknologi Informasi.
Pada dasarnya buku ini lebih
diperuntukkan Siwi Sang Pencari untuk
dirinya sendiri. Kalau orang lain tertarik membaca dampai elakukan aksi
membedah seperti pada hari ini, itu hanyalah barokahnya amal jariyah Siwi Sang Pencari dalam mentransformasikan
ilmu. Itulah sebabnya buku ini disebut Siwi
Sang Pencari sebagai Buku Babon (Induk) Utama penulisan Mahakarya
Trilogi Novel berjudul “KERTABHUMI: Sunyi Menari di Atas Bumi”.
Ngrambut
Tak ada gading yang tak bisa
retak. Bangunan pun bisa retak ngrambut
alian ndog-remek. Yang saya lihat
tidak ada kesalahan, karena pendapat itu sebuah pilihan yang didukung
argumentasi. Mungkin ahli sejarah beneran yang bisa mengoreksi. Itu pun koreksi
berdasarkan penafsiran. Dari prasasti atau kitab yang sama, penafsiran boleh
berbeda. Kalau dipikir-pikir, ada kemiripan pola dengan gambaran para tunanetra
mendefinisikan binatang gajah. Yang memegang belalai, telinga, ekor, kaki,
perut, dan lainnya memiliki definisi yang beragam. Disebut Siwi Sang Pencari berusaha menarik benang
merah dari beberapa tafsir para ahli sejarah.
Yang bisa saya koreksi hanya
hal-hal kecil. Mungkin bukan kesalahan, cuma kekeliruan. Misalnya di halaman 8
paragraf 2 tertulis: Pada prasasti Watugaluh, 929M, dengan tegas Mpu Sindok
menyebut kerajaannya sebagai pnerus kerajaan Medang bhumi Mataram yang
berkeraton di Watugaluh. Sejauh saya membaca, belum pernah ada Prasasti
Watugaluh. Prasasti yang didalamnya menyebut Watugaluh hanya Prasasti
Anjukladang di Nganjuk pada masa Mpu Sindok (937M: kita prasiddha manraksa kadatwan i medhang i bhumi mataram i
watugaluh), Prasasti Pradah II di Dusun Pradah Desa Siman di wilayah Kediri
masa Mpu Sindok (934M: mdang i bhumi
mataram i watugaluh), Prasasti
Bandarlim menunjukkan masa Dharmawangsa Tguh (986M: datwan i mdan ri bumi mataram ri watugaluh). Di Watugaluh sendiri
ditemukan: Situs Watugaluh berupa Pathok Batas, Lumpang Watugaluh, banyak Arca,
pondasi bangunan bata merah, dan di dekatnya ada Candi Pundong, Candi Glagahan,
Prasasti Poh Rinting.
* * *
Catatan Siwi Sang: Alinea 2 hal. 8 buku Girindra Pararaja Tumapel Majapahit memang terdapat kekeliruan penulisan. Jadi benar apa yang disampaikan Can Nas. Bahwa yang benar penulisannya adalah: ' pada prasasti Anjukladang, 937M'. Catatan ini juga sekaligus revisi hal. 8 alinea 2.
terima Kasih Pak, sudah memberi informasi sejarahnya. semoga dengan ini, bapak terus berkarya. pak, saya ijin Copas!
ReplyDeleteSahabat Puisi Jalan Cerita Hati. Maturnuwun salam sejarah dan persahabatan. Silakan dikopas jika ada yang bermanfaat. Isi blog ini, sekiranya bermanfaat, bebas untuk dikopas demi perkembangan ilmu sejarah. Nuwun.
Delete