Sejarah, Sastra, dan Jurnalis Warga

  • Thursday, January 30, 2014

    Pendiri Majapahit Sanggramawijaya Dyah Wijaya

    SEPENINGGAL Jayakatwang jagat gilang cemerlang kembali. Tahun saka 1216 beliau menjadi raja. Disembah di Majapahit, kesayangan rakyat, pelebur musuh bergelar Sri Narapati Kretarajasa Jayawardana. Selama Kretarajasa Jayawardana duduk di tahta, seluruh Jawa bersatu padu, tunduk menengadah. Girang memandang pasangan Baginda, empat jumlahnya. Puteri Kertanegara cantik-cantik bagai bidadari. Sang Prameswari Tribuwana yang sulung, luput dari cela. Lalu Prameswari Mahadewi, rupawan tak bertara. Prajnyaparamita Jayendra dewi, cantik manis menawan hati. Gayatri yang bungsu, paling terkasih digelari Rajapatni. Perkawinan beliau dalam kekeluargaan tingkat tiga. Karena Bhatara Wisnu dengan Bhatara Narasingamurti. Akrab tingkat pertama, Narasingamurti menurunkan dyah Lembu Tal. Sang Perwira Yuda, dicandikan di Mireng dengan arca Boddha. Dyah Lembu Tal itulah bapa baginda Nata. Dalam hidup atut runtut sepakat sehati. Setitah raja diturut, menggirangkan pandang. Tingkah laku mereka semua meresapkan. Tersebut tahun saka 1217 baginda menobatkan puteranya di Kediri. Perwira, bijak, pandai, putera Indreswari. Bergelar sang raja Putera Jayanagara. Tahun saka 1231 sang Prabu mangkat, ditanam di dalam pura Antahpura, begitu nama makam beliau. Dan di makam Simping ditegakkan arca Siwa.[1] 


    NARARYA SANGGRAMAWIJAYA bergelar abhiseka Sri Kertarajasa Jayawardhana. Dari nama gelarnya, raden Wijaya ingin menekankan bahwa secara adat sangat layak menjadi raja tanah Jawa, penerus wangsa Rajasa warisan Ranggah Rajasa dan wangsa Wardhana warisan Wisnuwardhana Seminingrat. Unsur nama Kertarajasa Jayawardhana dapat pula sebagai doa luhur dengan harapan wangsa Rajasa menjadi kerta atau tenteram sejahtera dan wangsa Wardhana selalu jaya atau unggul di sepanjang arus sejarah. Sungguh nama yang mengandung doa dahsat.

    Nararya Sanggramawijaya lahir sekitar 1270M. Ayahnya bernama dyah Lembu Tal, putra Narasingamurti. Negarakertagama menyebut dyah Lembu Tal sebagai sang Perwira Yudha atau sosok yang gagah perwira di medan perang. Dalam sejarah pararaja Tumapel dan Majapahit, Negarakertagama yang selesai ditulis pada 1365M hanya menyebut dua tokoh bergelar sang Perwira Yudha, yaitu Ranggah Rajasa dan dyah Lembu Tal. Nyata ini gelar istimewa, tidak setiap tokoh mendapatkannya.

    Tapi mengapa raden Wijaya tidak pernah menyinggung dyah Lembu Tal. Ini sangat aneh dalam tradisi pararaja tanah Jawa. Dalam prasasti Balawi, raden Wijaya menyebut sebagai cucu Bhatara Narasinghamurti, tidak sebagai putra sang Perwira Yudha dyah Lembu Tal. Tokoh ini hanya termuat dalam Negarakertagama karya Prapanca. Sangat mungkin Prapanca sengaja membuka kembali sejarah pahlawan besar dyah Lembu Tal yang menganut Boddha. Prapanca sangat berkepentingan dengan perkara ini. Prapanca adalah penganut Boddha, pernah menjadi dharmaupapati Kandangan rarai. Prapanca sangat mungkin lama kecewa ketika dyah Lembu Tal yang oleh para penganut Boddha dianggap sebagai pahlawan besar, bapak pendiri negara, tidak pernah disinggung dalam prasasti manapun, terutama oleh putranya sendiri, Wijaya. Kenyataan ini memunculkan dugaan Wijaya sengaja tidak membicarakan dyah Lembu Tal, lantaran ayahnya penganut Boddha. Sementara Wijaya sedang berjuang mengangkat derajat darah Girindra atau Rajasa, sedang berjuang mengibarkan bendera kerajaan berhaluan Siwa. Kemungkinan kedua mengapa raden Wijaya tidak pernah bicara tentang dyah Lembu Tal, karena ayahnya tidak pernah menjadi raja, beda dengan sang kakek, Bhatara Narasingamurti. Tentu derajatnya bakal kurang dahsat jika mengaku semata putra senapati keraton Singhasari. raden Wijaya berkepentingan menunjukkan dirinya sebagai keturunan raja. raden Wijaya menyebut sebagai keturunan Rajasa dari garis sang kakek, Narasinghamurti. Dyah Lembu Tal putra Narashingamurti dilintasi begitu saja. Ini sangat aneh. Selama ini tidak ada yang menguak jauh mengapa Wijaya ogah menyebut ayahnya sendiri. Ada apa sesungguhnya dengan tokoh dahsat dyah Lembu Tal? Apa lantaran memiliki istri kedua dari kerajaan Sunda yang dari perkawinan ini menurunkan arya Bangah? raden Wijaya tidak pernah membukanya dalam prasasti manapun.

    Lantaran ketangguhan dalam ilmu perang setara sang ayah, raden Wijaya dinobatkan sebagai salah satu senapati keraton Singhasari, seangkatan Ardharaja, putra Jayakatwang. raden Wijaya juga dijodohkan dengan dua putri Kertanagara yaitu Tribhuwana dan Narendraduhita, begitu naik tahta Majapahit, raden Wijaya menikahi keduanya. Pararaton menulis putri tertua dinobatkan sebagai ratu Kahuripan, sementara yang muda menjadi ratu Daha. Dengan demikian Tribhuwana merupakan Bhre Kahuripan I dan  Narendraduhita adalah Bhre Daha I.

    *     *     * 

    Sumber catatan: Buku Girindra : Pararaja Tumapel Majapahit Karya Siwi Sang terbitan Pena Ananda Indie Publishing Tulungagung cetakan pertama 30 Desember 2013


     
    =============
    SIWI SANG



    [i] Pupuh 45 bait 1-2, 46 bait 1-2, dan pupuh 47 bait 1-3 kakawin Negarakertagama terjemahan Slamet Muljana. Dyah Lembu Tal, putra Bhatara Narasingamurti, dengan tegas disebut sebagai ayah raden Wijaya. Dyah Lembu Tal adalah lelaki.Dalam Budaya patriarkhi Jawa, silsilah raja selalu berdasarkan garis ayah atau lelaki. Jika berbarengan, penyebutan garis ibu hanya nomor dua. Konsep tradisi Boddhaya Jawa patriarkhi ini menyebabkan secara tradisi tahta Majapahit harus ditempati seorang lelaki. Kawin-mawin yang kelak terjadi setelah era Wijaya, menyebabkan pewaris tahta tergantung pada pihak mana yang punya anak lelaki. Inilah sebab mengapa Tribhuwana ketika naik tahta hanya menjadi wali Hayam Wuruk, terbukti meski masih hidup dan sehat, ia turun tahta ketika sang Putra Mahkota berusia 16 tahun. Sepanjang sejarah Majapahit dan Tumapel atau wangsa Girindra, tidak pernah terjadi peristiwa seperti masa Tribhuwana-tunggadewi. 




    No comments:

    Post a Comment