Mungkin begitu kurang lebih gambaran riwayatnya mengapa di kelurahan Klandasan Ilir Balikpapan Kaltim ada satu daerah bernama Kampung Pinisi. Saya sempat bertanya tanya kepada seorang warga bertanya kenapa daerah ini dinamakan Kampung Pinisi. Ada hubungan apa dengan perahu Pinisi. dan saya kemudian mendengar jawaban berupa cerita singkat tentang kedatangan orang orang Makasar menuju pantai Balikpapan lalu membangun daerah bernama Kampung Pinisi. Lebih terang benderang lagi, kiranya perlu kita lain kesempatan bertanya tanya lagi kepada penduduk yang lebih paham riwayat awalnya yang saya yakin ada riwayat yang diceritakan turun temurun dari para pendahulu mereka. Tapi karena saya berkunjung ke Kampung Pinisi tidak menyediakan waktu kusus untuk menelisik lebih jauh, yang saya dapatkan adalah keterangan cerita singkat seperti itu yang kemudian aku tulis ulang.
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Saya asik menulis di tepi pantai Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Rully Aminuddin bareng seorang warga Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Kampung Pinisi Balikpapan Kampung Warna Warni |
Dari jalan raya kami jalan kaki arah selatan yang tentu saja arah laut. jarak Kampung Pinisi dengan jalan raya cukup dekat saja. Kampung ini sudah kelihatan dari gerbang masuk tepi jalan raya. Jalan masuk menuju Kampung Pinisi di tepi sungai kecil dan di kiri jalan ini ditanami aneka tanaman kembang.
Begitu masuk menginjak jalan di Kampung Pinisi, bayangan saya langsung menuju Kampung Warna Warni kota Malang Jawa Timur. Sama warna warni. Seluruh aspal jalan selorong lorongnya warna warni cat. Seluruh rumah baik rumah kayu atau tembok bata juga warna warni cat. Berhias aneka ornamen mulai mulai dunia kembang sampai dunia laut. Kampung yang menurut saya sangat bersih, nyaman, indah, dan tentu saja saya menangkap kesan ramah penghuninya. Kami datang mereka menyapa ramah. Saya menyapa seorang bapak yang sedang ngecat ember buat tong sampah juga disambut ramah pula. Aku tidak tau banyak tentang Kampung Pinisi yang kukenal sebagai kampung Warna Warni di Klandasan Ilir Balikpapan. Maka saya tengok ke sana ke sini mendokumentasikan ingatan yang suatu saat akan saya tuliskan. Dan Kami sibuk jeprat jepret ambil poto.
Kampung Pinisi Klandasan Ilir Balikpapan Kampung Warna Warni berada persis di tepi pantai. Sekali lagi, seluruh rumah dan lantai jalan penuh warna warni cat dan aneka ornamen hiasan.
Untuk masuk Kampung ini, tidak ada tiket masuk. Hanya di satu perempatan jalan kecil, perempatan kedua dari arah gerbang, ada blek atau kaleng tempat infak seiklasnya untuk perawatan Kampung Pinisi.
Kami ketemu blek infak dan kami giliran mengisi blek itu dengan infak seiklasnya.
Puas tengak tengok, kami lanjut maju jalan menuju tepi pantai. Di sini ada dokar atau delman tanpa kuda dan kusir. Kita bisa naik dan duduk di dalamnya sembari menyaksikan pemandangan laut lepas. Di timur dokar terdapat masjid kayu bertingkat bercat biru. Juga persis di tepi pantai.
Mbak Rully Aminuddin dan mbak Noor Rahmawati naik dokar dan asik membaca buku yang dibawanya. Mas Imam melanglang entah ke mana. Saya dan si kecil mas Abir menyisir tepi pantai berpagar. Ini persisnya berada di atas laut. Ya, saya melihat di barat masjid rumah rumah bertiang kokoh tinggi di atas hempasan gelombang air laut yang menciumi pantai.
Saya menyusuri jalan tepi pantai ke arah timur masjid. Melihat lelaki dari rumah bertingkat sedang menarik tali pancing. Asik sekali. Dia mancing ikan dari rumah bertingkat yang persis di tepi laut. Saya memasang keramahan dan menyapa berseru,
ikan apa yang biasa kena pancing di sini, Bang!
Dia menjawab jenis ikan tertentu dan saya tidak jelas mendengarnya.
Dia selesai menggulung benang pancing dan masuk rumah.
Di bawah ada dua anak kecil. Saya dekati saya sapa.
Kalian sedang main apa?
Belum ada jawaban. Mereka hanya sedikit senyum dan sepertinya agak ragu menghadapi orang asing. Saya harus cari akal untuk berakraban dengan dua anak kecil itu dengan memberi pertanyaan lain yang harus mau tidak mau mereka menjawab sepontan. Saya tau dari mbak Rully kalo di kampung Pinisi ada Taman Baca. Maka saya bertanya kepada dua anak itu.
Eh, katanya di kampung ini ada perpustakaannya ya. Kalian tau di mana?
Di sana. Di gang perjuangan nah.
Oya? Kalian suka ke perpustakaan juga?
Iya.
Suka baca buku ya?
Iya.
Ini Kampung Warna Warni kan?
Bukan. Ini kampung Pinisi.
O ini yang dikenal sebagai kampung Atas Air ya?
Bukan. Ini Kampung Pinisi.
Dan kami jadi asik dan akrab ngobrol. Saya bertanya tanya kepada dua bocah itu. Mereka tidak suka main di laut. Tapi mereka mengaku bisa berenang. Yang sangat menarik, mereka cerita kalo di kampung Pinisi ada berkembang beberapa permainan tradisional seperti Engklek, Gobag Sodor, dan Dakon, Ketika saya bertanya apa di sini juga ada permainan tradisional Egrang, mereka jawab tidak ada. Dan ternyata yang dimaksud dengan permainan Engklek itu hampir sama dengan permainan Sunda Manda di UmahbukuMayuhmaca Banjarnegara. Tapi bentuk lapangannya sedikit beda.
Jelang sore itu, saya sempat menyaksikan langsung anak anak kampung Pinisi bermain Engklek di jalan kampung. Ya, lapangan Engklek ada di tengah jalan kampung dan tentu saja memiliki kotak warna warni.
Lihat video yutubnya.
Dan sekali lagi, di kampung Pinisi anak anak tidak mengenal dolanan tradisional egrang. Mudah dipahami karena di tepi pantai ini tidak tumbuk bambu jenis bambu deling dan pring tali sebagai bahan membuat egrang.
Yang menarik, para warga kampung Pinisi giat sekali memanfaatkan barang barang bekas seperti ember plastik bekas dan botol minum bekas untuk menghias kampung kesayangannya. Akan saya ceritakan di bagian selanjutnya karena ini sudah lumayan panjang saya bercerita.
Dan akan saya ceritakan pula awal mula kampung Pinisi jadi penuh Warna warni indah nyaman dipandang mata.
Sampai ketemu di catatan berikutnya, perjalanan saya ke kampung Pinisi bareng para pegiat literasi TBM An-Nisaa Balikpapan.
Salam Literasi.
Ayo berkunjung ke kampung Pinisi Klandasan Ilir Explore Balikpapan Kaltim.
BERSAMBUNG
Dokumentasi poto : Mbak Rully Aminuddin, mas Imam Fauzi
No comments:
Post a Comment