Sejarah, Sastra, dan Jurnalis Warga

  • Tuesday, March 8, 2016

    Prasasti Jayanagara [Jayanegara] II/Prasasti Sidateka 1323M




    Prasasti Jayanegara II ditemukan di desa Sidateka Mojokerto, bertarikh 1245 saka atau 1323 Masehi, dikeluarkan Raja Majapahit kedua Sri Jayanegara sebagai pelulusan permohonan Dyah Makaradwaja yang sebelumnya meminta desa Tuhanaru dan Kusambian sebagai daerah perdikan sima. Dyah Makaradwaja menginginkan anugerah raja karena telah melakukan pengabdian besar pada keraton. 




    Prasasti ini ditulis di atas 10 keping tembaga. Dinamakan prasasti Jayanagara II karena dikeluarkan oleh seorang raja bergelar Cri Sundara Pandyadewa, gelar bagi Sri Jayanagara yang menjadi maharaja Majapahit tahun 1309M-1328M. Dinamakan Prasasti Jayanagara II karena prasasti bertarikh 1323M merupakan prasasti kedua yang dikeluarkan Sri Jayanagara. Prasasti ini juga dinamakan Prasasti Sidateka karena ditemukan di desa Sidateka Mojokerto.

    Yang menarik dari prasasti ini adalah penyebutan Rake Tuhan Mapatih ring Daha Dyah Puruseswara. Berdasarkan penafsiran Siwi Sang dalam buku GIRINDRA Pararaja Tumapel Majapahit [2013], Rake Tuhan mapatih ring Daha Dyah Puruseswara identik dengan patih Daha Arya Bangah, bukan Gajahmada. Pada tahun 1323M, Gajahmada belum menjadi patih Daha. Bahkan belum menjadi patih Kahuripan, sebagaimana yang selama ini diyakini banyak sejarawan. 

    Berdasarkan serat Pararaton, Gajah Mada yang berhasil menumpas pemberontakan Rakuti tahun 1319M, mendapat anugerah cuti dua bulan. Kemudian Gajah Mada ditempatkan sebagai patih di keraton Kahuripan. Dua tahun kemudian, berdasarkan Pararaton, Gajah Mada dipindah sebagai patih di keraton Daha.

    Jika dihitung, berita Pararaton akan menempatkan Gajah Mada pada tahun 1323M sudah sebagai patih di keraton Daha. Berdasarkan serat Pararaton, Gajah Mada pindah dari Kahuripan ke Daha sebagai patih sekitar tahun 1322M.

    Sementara berdasarkan Prasasti Jayanagara II/Prasasti Sidateka, pada tahun 1323M, patih Daha adalah dyah Puruseswara.

    Terkait bagaimana sejarah Gajah Mada sekitar tahun 1323M atau pada jaman pemerintahan Maharaja Sri Jayanagara, telah ditafsirkan oleh Siwi Sang dalam buku GIRINDRA : Pararaja Tumapel-Majapahit.

    Prasasti ini juga menyebut Jayanegara sebagai ‘pelindung perairan yang melingkari kota’. Dapat dimengerti karena Jayanegara merupakan raja Majapahit yang memindahkan ibukota dari Trik ke Trowulan, membangun kota parit. Pemberontakan Kuti menjadi pengalaman pahit baginya. Keraton Majapahit oleh Sri Jayanagara dibangun benteng luar berupa parit atau sungai yang melingkari istana di kotaraja Trowulan. Sejak itu kotaraja Trowulan sohor sebagai kota Parit. 

    Yang menarik lagi, Prasasti Jayanagara II/Prasasti Sidateka 1323M menulis mahapatih majapahit bernama Rake Tuhan Mapatih ring Majapahit Dyah Halayudha. Dalam prasasti ini mapatih dyah Halayudha disebut sebagai sosok yang memiliki sifat dan tanda tiada cacat.

    Berikut cuplikan sebagian terjemahan prasasti Jayanagara II/prasasti Sidateka/Prasasti Tuhanaru berdasarkan pembacaan Muhammad Yamin.

    //O//swasti cri cakawarsatita, 1245, marggaciramasa, tithi pancadaci cuklapaksa, tung, u, ang, wara, krulwut, purwwasthagrakacara, adranaksatra, rudradewata, burunamandala, brahmayoga, wijayamuhurtta, yamaparwweca, wawakarana, mithuna raci. 

    Selamatlah! Telah lewat tahun saka 1245, pada bulan marggacira, tanggal 15 paroterang, tunglai selasa umanis, krulwat, bintang timur tetap pada tempatnya,  pada gugusan ardra, dewata rudra mandala baruna, yoga brahma, pukul wijaya, Yamaparwweca, wuku karana, tanda rasi mituna. Pada waktu itu turunlah perintah  paduka sri maharaja diraja parameswara sri wilandagopala, raja yang serupa dewa, pemusnah para pahlawan durhaka dengan pedang terhunus, raja yang berkaki serupa kembang tunjung dilingkungi intan permata para putra Negara dan para raja yang selalu menjunjung kemuliaannya, pemenggal kepala para raja musuh seteru, ahli siasat pertarungan tiada taranya, mahatangkas, penakluk musuh, kuladayita jalanicaya puramandalarnawa atau pelindung perairan yang melingkari kota serta laut samudera, serupa rembulan yang mengembangkan bunga-bunga tunjung di perkampungan orang-orang mulia, pembinasa segala musuh, serupa bagaskara yang membinasakan gulita malam, sosok yang selalu digembirakan para wipra dan ksatria, yang mulia bertegak nama abhiseka Sri Sundara Pandyadewadhiswara Wikramottunggadewa. Perintah itu diterima oleh yang mulia para menteri Katrini:Rakrian menteri Hino Dyah Sri Rangganata, yang menggetarkan musuh seteru. Rakrian menteri Sirikan, Dyah Sri Kameswara, yang bertabiat tiada cacat. Rakrian menteri Halu, Dyah Wiswanata, yang gagah perkasa serupa adik Bima. Semua menteri Katrini itu dikepalai Rake Tuhan Mapatih ring Daha, Dyah Puruseswara, sosok yang menjadi sumber ketakutan bagi para musuh dalam peperangan lantaran ketangkasan mengolah senjata, yang mengantarkan kembali sri maharaja ke pintu gerbang singgasana bertahtakan emas intan permata, ditemani rake Tuhan Mapatih Ring Majapahit Dyah Halayudha, sosok yang memiliki sifat dan tanda tiada cacat.

    Prasasti Jayanagara II/Prasasti Sidateka 1323M ditutup dengan kalimat sumpah yang panjang dan berbeda dengan sumpah sumpah dalam prasasti lainnya terutama yang keluar jaman kerajaan Majapahit. Kalimat persumpahan dalam Prasasti Jayanagara II menyebutkan persaksian kepada banyak nama dewa. Bunyi kalimat pembuka sumpahnya sebagai berikut.


    Om indah ta kita kamu hyang haricandra agasti maharsi, purwadaksina pacimottara urddham adhan maddhya, rawi caci pnthiwy apas tejo bayw akaca, dharmmahoratra, sandhyatra, yaksa raksasa picara pretasura gandharwwa kinnara mahoraga, yama baruna kuwera basawaputra dewata, pancakucika nandicwara mahakala sadwiyanaka nagaraja durggadewi caturacmara, ananta hyang kalamrtya, sakweh ta bhutagana, kita prasiddha rumaksa ng yawadwipamandala, kita sakala saksi tumon adoh apare, ring rahineng kulem, kita umasuk ing sarwwabhuta, drnge taking sapatha samaya pamangmang mami ri kita kamu hyang kabeh.


    Hong! Berbahagialah hyang haricandra maharesi Agasta, timur, selatan, barat, utara, jenit, nadir, tengah, matahari, bulan, bumi, air, semangat, angin, angkasa, darma, siang dan malam, cahaya yang tiga, jaksa, raksasa, pisaca, preta, iblis, gandarwa, kinara, ular besar, jama, baruna, kubera, putera waswa, dewata kusika yang lima, nandeswara, mahakala, ganesa, raja segala ular, dewa durga, asrama yang empat, ananta, dewa sang waktu dan maut, juga segala makhluk, kamu sekalian yang melindungi seluruh tanah Jawa, yang menyaksikan dan melihat yang jauh dan dekat, sewaktu siang dan malam, kamu yang menjelma dalam segala yang ada, dengarkanlah sumpah ini wahai segala dewa!

     ------------
    Sumber: 
    Muhammad Yamin-Tatanegara Majapahit
    Siwi Sang-Girindra : Pararaja Tumapel Majapahit