Dalam catatan sumber sejarah bentuk prasasti yang keluar setelah tahun 1388M juga serat Pararaton yang ditulis pada tahun 1535C/1613M, bhre Wengker I Wijayarajasa dyah Kudamerta disebut sebagai ‘bhatara parameswara sang mokta ring wisnubhawana’ dan ‘bhatara parameswara pamotan’.
Sementara dalam kakawin Decawarnanna atau Negarakertagama yang
selesai ditulis Prapanca pada tahun 1365M, juga beberapa prasasti yang keluar sebelum
tahun 1386M, raja pertama Kedaton Wetan ini belum bergelar ‘Parameswara’.
Berdasarkan data tersebut, menunjukkan nama ‘Parameswara’
merupakan gelar anumerta atau nama yang disematkan kepada tokoh yang sudah
wafat. Semasih hidup, tokoh itu tidak menggunakan nama ‘Parameswara’.
Prasasti Ambreta 1373M masih menulis
Wijayarajasa dyah Kudamerta sebagai paduka ring Wengker:
”wruhanira
yen ana handikanira talampakanira paduka bhatara ring wenker de nira
samasanak ing ambetra. sima ambetra luputing palawan, papasaran, harik purih
saprakara”.
Tapi pada prasasti Biluluk II 1391M, sudah
menulis Wijayarajasa dyah Kudamerta sebagai Bhatara Sri Parameswara:
“hiku wruhane si parajuru ning asambewara samadaya, yen
andikanira talampakanira paduka bhattara cri paramecwara sira sang
mokta ring wisnubhuwana, dene kaluluputane si parawangca ring biluluk…”
Baginda Wijayarajasa dyah Kudamerta juga kembali disebut sebagai Bhatara
Parameswara dalam prasasti Biluluk IV 1395M/1396M. Bahkan untuk pertama kalinya
disebut sebagai Bhatara Parameswara Pamotan.
“talampakanira bhattara rajanatha, talampakanira bhattara
nantadewi, talampakanira bhattara naridewi, talampakanira bhattara
paramecwara pamotan makanama talampakanira raden kuda, talampakanira
bhattara narapati makanama talampakanira raden mano, talampakanira raden iso…”
Melihat tahunnya, prasasti ini dikeluarkan setelah baginda
Wijayarajasa wafat. Prasasti ini dikeluarkan oleh raja Kedaton Wetan, bhre
Wirabhumi II bhatara Aji Rajanatha. Prasasti ini ternyata mengandung keterangan
atau data siapa bhre Wirabhumi II dan Bhatara Narapati Raden Gajah. Bhatara
Narapati Raden Mano identik dengan tokoh Kedaton Wetan yang dalam Pararaton
dikenal sebagai bhatara Narpati Raden Gajah.
Hanya mengapa serat Pararaton ketika
menyebut suami ratu Daha Rajadewi Mahajarasa dyah Wiyat ini selalu
menyertakan nama ‘bhatara parameswara dan bhatara parameswara pamotan’. Padahal
maksudnya untuk menyebut ketika menantu maharajapatni dyah Gayatri ini masih
hidup. Setelah sri Jayanegara wafat, 1328M, serat Pararaton menulis:
“raden kudamerta angambil bhreng daha. raden kudamerta anjeneng ring wengker, bhreng prameswara ring pamotan bhiseka
sri wijayarajasa”.
Terjemahannya:
"raden kudamerta menikahi ratu daha. raden kudamerta menjadi raja di wengker, bhreng parameswara ring pamotan memiliki
gelar abhiseka sri wijayarajasa."
Kemudian dalam bagian setelah peristiwa
perang Sunda Bubat, serat Pararaton menulis:
“patining putri sunda bhatara prabhu
angalap putri bhra prameswara sira paduka sori apatutan stri bhre
lasem sang ayu. putra lan rabihaji mijil
bhre wirabhumi, ingaku putra denira bhre daha”.
Terjemahannya:
"karena putri sunda meninggal, bhatara prabhu kemudian menikahi putri bhatara parameswara,
bernama paduka sori. dari perkawinan itu menurunkan seorang putri yaitu bhre lasem sang ayu. dari perkawinan dengan rabihaji atau isteri selir, lahir
seorang putra yaitu bhre wirabhumi yang
diangkat anak oleh bhre daha."
Pararaton
bagian ini menceritakan dua anak bhre Tumapel I Kertawardhana dyah Kudamerta,
yaitu Hayam Wuruk dan ratu Pajang I Duhiteswari dyah Nertaja. Diceritakan,
setelah gagal menikahi putri sunda, Hayam Wuruk kemudian menikahi putri bhre
Parameswara.
Bhre
Parameswara yang dimaksud adalah bhre Wengker I Wijayarajasa dyah Kudamerta. Di
sini penulis Pararaton menulis gelar
anumerta bhre Wengker, tidak menulis nama abhisekanya. Ini dapat
dimaklumi karena ketika Pararaton ditulis bhre Wengker sudah lama wafat.
Pararaton ditulis sekitar seabad setelah Majapahit runtuh.
Putri
bhre Wengker Wijayarajasa yang dinikahi Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi atau ditulis pula sebagai Paduka Sori. Dari pembacaan Pararaton menunjukkan Paduka
Sori atau Sri Sudewi sebagai permaisuri Hayam Wuruk. Kelak pernikahan ini menurunkan seorang putri
yaitu Bhre Lasem Sang Ahayu atau Kusumawardhani yang sebelumnya menjadi Bhre Kabalan I.
Bhre Wengker
Wijayarajasa dalam Pararaton juga dikenal sebagai Bhatara Parameswara Pamotan
yang wafat pada tahun 1310C/1388M. Adanya penyebutan Pamotan, bermakna
baginda Wijayarajasa pernah bersemayam atau bertahta di keraton Pamotan. Memang
tokoh inilah yang pertama mendirikan keraton Pamotan di timur gunung
Penanggungan. Pararaton menulis:
“bhra prameswara pamotan i mokta i saka
gagana rupa anahut wulan, 1310, sira sang dhinarmeng manyar dharmabhiseka ring
wisnubhawanapura”.
Terjemahannya:
Bhre
Parameswara Pamotan wafat pada tahun saka 1310/1388M, didarmakan di Manyar
dengan candi pendarmaannya bernama Wisnubhawanapura.
===============
SIWI SANG
bahan bacaan:
Girindra:Pararaja Tumapel-Majapahit karya Siwi Sang
Tatanegara Madjapahit karya Muhammad Yamin
Pararaton
Negarakertagama
SIWI SANG
bahan bacaan:
Girindra:Pararaja Tumapel-Majapahit karya Siwi Sang
Tatanegara Madjapahit karya Muhammad Yamin
Pararaton
Negarakertagama
No comments:
Post a Comment