Sejarah, Sastra, dan Jurnalis Warga

  • Friday, January 23, 2015

    Batara Parameswara Aji Ratnapangkaja Dan Sri Suhita




    SELAMA INI sebagian banyak ahli sejarah berpendapat bahwa yang menjadi raja Majapahit pada tahun 1429M adalah Sri Suhita, suami Bhatara Parameswara Aji Ratnapangkaja. Banyak ahli sejarah juga menafsir Sri Suhita naik menjadi maharani Majapahit menggantikan Sri Wikramawardhana.


    Siwi Sang dalam buku GIRINDRA : Pararaja Tumapel-Majapahit memiliki pendapat beda. Dalam buku itu, berdasarkan data berita Serat Pararaton, Siwi Sang berpendapat bahwa yang bertahta di keraton Majapahit pada tahun 1429M adalah Batara Parameswara Aji Ratnapangkaja, suami Sri Suhita.

    Berikut penelusuran berdasarkan berita Serat Pararaton, terutama yang berkaitan dengan keberadaan Sri Wikramawardhana dan keluarganya paska Paregreg Agung 1406M.

    Serat Pararaton menulis:

    bhra hyang wisesa sira bhagawan i caka netra paksa agni sitangsu, 1322c.”

    Terjemahannya:

    baginda hyang wisesa menjadi bhagawan atau pendeta pada tahun saka 1322 atau 1400M.”

    Tokoh yang bergelar Bhra Hyang Wisesa adalah Sri Wikramawardhana, maharaja Majapahit yang menggantikan Sri Maharaja Hayam Wuruk pada tahun 1389M. Diperkirakan Sri Wikramawardhana meninggalkan keraton Trowulan menuju selatan sungai Brantas, bertapa di Goa Pasir atau Pacira, daerah Junjung, Tulungagung. Tahta kemudian diserahkan kepada Kusumawardhani, Sang Permaisuri.

    Naiknya Kusumawardhani sebagai maharani Majapahit termuat dalam Serat Pararaton. Serat Pararaton selanjutnya menulis:

    bhatarestri prabhu. bhre lasem mokta ring kawidyadharen, dhinarmeng pabangan dharmabhiseka ring laksipura. bhre kahuripan mokta. bhre Lasem sang alemu mokta. bhre pandansalas mokta dhinarmeng jinggan dharmabhiseka ring cri wisnupura“.

    Terjemahannya:

    bhatarestri [ sang permaisuri] menjadi prabhu [maharani]. bhre lasem wafat di kawidadyaren dan didarmakan di pabangan dengan candi pendarmaan bernama laksmipura. bhre kahuripan wafat. bhre lasem sang alemu wafat. bhre pandansalas wafat dan didarmakan di jinggan dengan candi pendarmaan bernama sri wisnupura.”

    Jadi setelah Sri Wikramawardhana meninggalkan keraton pada tahun 1400M, Kusumawardhani naik menjadi Prabhu putri atau raja putri atau maharani. Kusumawardhani belum wafat pada tahun antara 1400M sampai 1401M.

    Yang wafat antara tahun 1400M-1401M adalah Bhre Kahuripan Surawardhani, permaisuri Ranamanggala, Bhre Lasem Sang Alemu Nagarawardhani permaisuri Bhre Wirabhumi II Aji Rajanata, dan Bhre Pandansalas I Ranamanggala atau Raden Sumirat, putra sulung Raden Sotor.

    Kusumawardhani wafat pada tahun saka 1351 atau 1429M. Wafatnya maharani Kusumawardhani termuat dalam Serat Pararaton. Serat Pararaton menulis:

    bhre wengker mokta dhinarmeng sumengka. bhra hyang wisesa mokta dhinarmeng ring lalangon, bhisekaning dharma ring paramawisesapura. BHRA PRABHU STRI mokta i caka rupa nila agni sitangsu, 1351c“.

    Terjemahannya:

    bhre wengker wafat dan didarmakan di sumengka. bhra hyang wisesa wafat dan didarmakan di lalangon dengan candi pendarmaan bernama paramawisesapura. BHRA PRABHU STRI wafat pada tahun saka 1351/1429M.

    Pada berita di atas, yang wafat antara 1427-1429M adalah Bhre Wengker II putra Bhre Tumapel II. Bhre Wengker II ini termasuk cucu Wikramawardhana.

    Kemudian yang mokta atau wafat dan didarmakan di Lalangon adalah Wikramawardhana. Sri Wikramawardhana didarmakan di Lalangon atau Boyolangu Tulungagung.

    Sementara tokoh yang ditulis sebagai BHRA PRABHU STRI adalah Maharani Kusumawardhani, wafat pada 1429M.

    Bhre Wengker II adalah putra sulung Bhre Tumapel II dari permaisuri Ratu Lasem IV. Masih cucu Sri Wikramawardhana karena Bhre Tumapel II adalah kakak kandung Sri Suhita.

    Bhre Tumapel II yang ketika itu menjadi putra mahkota Majapahit juga sudah wafat. Ini dapat ditelisik dari pemberitaan Serat Pararaton sebelum memberitakan wafatnya Brhe Wengker. Serat Pararaton menulis:

    bhre tumapel mokta i caka sanga yuga kaya wong, 1349c/ 1427M, dhinarmeng lokerep, dharmabhiseka ring amarasabha.”

    Jadi Bhre Tumapel II, putra kedua pasangan Sri Wikramawardhana dan Kusumawardhani wafat pada tahun 1427  dan didarmakan di Lokerep dengan candi pendarmaan bernama Amarasabha. Wafatnya Bhre Tumapel II terjadi dalam tahun yang sama dengan wafatnya Bhre Wengker II.

    Setelah Putra Mahkota Majapahit wafat, disusul wafat Sri Wikramawardhana dan Maharani Kusumawardhani, siapa yang pada 1429M naik menjadi maharaja Majapahit?

    Berdasarkan berita Serat Pararaton, Siwi Sang berpendapat bahwa yang bertahta di keraton Majapahit pada tahun 1429M adalah Batara Parameswara Aji Ratnapangkaja, suami Sri Suhita. 

    Serat Pararaton yang menulis kata ‘Aji’ di depan nama Ratnapangkaja menguatkan dugaan bahwa suami Sri Suhita itu pernah menjadi maharaja Majapahit. Aji atau Haji lebih bermakna raja di istana Majapahit, bukan raja di keraton bawahan.

    Sebelum menjadi maharaja Majapahit, Aji Ratnapangkaja berdiam di keraton Kahuripan. Serat Pararaton meriwayatkan, Aji Ratnapangkaja adalah Bhre Kahuripan yang dalam Paregreg Agung 1406M menjadi panglima perang Kedaton Barat Trowulan dan berhasil menghancurkan pusat Kedaton Wetan di Wirabhumi.

    SRI SUHITA NAIK TAHTA DI MAJAPAHIT
    Ketika Aji Ratnapangkaja naik tahta sebagai maharaja Majapahit, Sri Suhita yang bersetatus putri mahkota Majapahit penerus sah tahta Sri Wikramawardhana, tetap berkedudukan sebagai Bhre Daha. 

    Sri Suhita adalah ratu Daha V yang mengganti kedudukan Indudewi ratu Daha IV Indudewi tahun 1415M.

    Sekilas paparan daftar pararaja atau ratu yang menjadi Bhre Daha sebelum Sri Suhita. Bhre Daha I adalah permaisuri raden Wijaya yaitu Prameswari Mahadewi Narendraduhita, bersemayam di keraton Daha  hanya setahun yaitu antara tahun 1294M-1295M. Kemudian Jayanegara menjadi Bhre Daha II antara tahun 1295M-1309M. Setelah Jayanegara naik sebagai maharaja Majapahit, keraton Daha ditempati rajadewi Maharajasa Dyah Wiyat sebagai Bhre Daha III antara tahun 1309M-1375M. Kemudian yang menjadi Brhe Daha IV adalah putri kandung Dyah Wiyat yaitu Indudewi. Sebelumnya Indudewi menjadi Bhre Lasem I. Indudewi menjadi Bhre Daha IV antara tahun 1375M-1415M. Setelah Indudewi wafat, keraton Daha ditempati Sri Suhita. Pada tahun 1429M, Sri Suhita masih sebagai Bhre Daha V.

    Berdasarkan pembacaan Serat Pararaton, ternyata Sri Suhita atau ratu Daha V baru naik tahta sebagai maharani Majapahit pada tahun 1437M. Kiranya pada tahun itu, Aji Ratnapangkaja menyerahkan tampuk pemerintahan kepadanya.

    Serat Pararaton menulis:

    bhre daha duk anjeneng ratu i caka manawa panca agni wulan, 1359c/1437M.”

    Terjemahannya:

    bhre daha ketika naik tahta sebagai ratu atau maharani majapahit pada tahun saka 1359 atau 1437M.”

    Sebagaimana paparan di atas, Sri Suhita mulai menjadi Bhre Daha V pada tahun 1415M menggantikan Indudewi. Tahun 1429M Sri Suhita masih sebagai Bhre Daha V. Tahun 1437M Bhre Daha naik menjadi ratu Majapahit. 

    Bhre Daha yang dimaksud Serat Pararaton adalah SRI SUHITA, Bhre Daha V.

    Ketika Sri Suhita menjadi maharani Majapahit, Batara Parameswara Aji Ratnapangkaja sangat mungkin kembali bersetatus sebagai Bhre Kahuripan VII sampai wafat tahun 1446M.

    Berdasarkan Serat Pararaton, setelah Sri Suhita wafat, yang bertahta di Majapahit adalah Kertawijaya.

    Berdasarkan Prasasti Waringin Pitu 1447M, maharaja Majapahit adalah Wijaya Parakrama Wardhana Dyah Kertawijaya.

    Dengan demikian disimpulkan maharani Sri Suhita menjadi maharani Majapahit selama 10 tahun atau antara 1437M-1447M.

    cafer depan buku GIRINDRA:Pararaja Tumapel-Majapahit.



    ==================
    SIWI SANG
    Sumber bacaan:
    Buku Girindra: Pararaja Tumapel-Majapahit, Desember 2013
    Serat Pararaton.
    http://sejarah.kompasiana.com/2013/09/20/tafsir-baru-majapahit-dalam-serat-pararaton-593625.html

    No comments:

    Post a Comment