Serat Pararaton mengabarkan adipati Tumapel Tunggul Ametung wafat akibat pembunuhan berencana yang dirancang Ken Arok dengan mengambinghitamkan Kebo Ijo. Ken Arok selamat, kebo Ijo sekarat. Ken Arok bersih padahal Pararaton menulis dialah pelaku pembunuhan itu. Ini artinya peristiwa wafatnya Tunggul Ametung tidak jelas siapa dalangnya. Karena yang kemudian naik sebagai penguasa Tumapel adalah Ken Arok, maka penulis serat pararaton membuat kisah keris mpu gandring yang digunakan Ken Arok menusuk Tunggul Ametung.
Peristiwa yang lebih masuk akal adalah bahwa pada waktu
itu di Tumapel terjadi penyerbuan dan menewaskan adipati Tunggul Ametung. Ken
Arok bersama pasukannya bergerak memadamkan pemberontakan itu. Ken Arok bersama
Pandita Lohgawe kemudian menghadap Kertajaya, melaporkan segala kejadian di
Tumapel. Lantaran dianggap berjasa besar mengendalikan keamanan dan ketertiban umum
di Tumapel, Ken Arok diangkat sebagai adipati mengganti kedudukan Tunggul
Ametung. Karena titah raja, semuanya tentu mematuhi. Bagaimanapun ketika itu
Tumapel bawahan Panjalu Daha. Segala peristiwa pasti dilaporkan ke kotaraja
Daha.
Dan dalang di balik peristiwa penyerbuan itu adalah Ken
Arok tapi tidak ada yang mengetahuinya selain pandita Lohgawe. Ken Arok punya
kepentingan besar atas kekuasaan Tumapel. Analisa Siwi Sang dalam buku
Girindra:Pararaja Tumapel Majapahit, Desember 2013 menyimpulkan Ken Arok
keturunan maharaja Jenggala sri maharaja Girindra raja penganut Siwa, maharaja
Jenggala Kutaraja yang menggempur Kertajaya pada 1194M. Negarakertagama
menyebut Ken Arok Ranggah Rajasa sebagai Girindratmasunu, Girindratmaja,
artinya putra Girindra. Ia sangat berkepentingan menguasai timur Gunung Kawi
bahkan tanah Jawa membangkitkan kembali kejayaan leluhurnya. Langkah pertama
adalah menyingkirkan penguasa Tumapel adipati Tunggul Ametung. Langkah
selanjutnya yang terbukti adalah mengincar tahta Kertajaya di Panjalu Kediri.
Ken Arok berusia sekitar 21 tahun ketika naik menjadi adipati Tumapel. Usia
yang mengandung semangat menggelora. Usia yang dipenuhi sikap berani menerjang
segala apa. Pada masa itu Ken Arok adalah tokoh muda yang sedang bercita-cita
membangkitkan Jenggala dari dari kungkungan kekuasaan Kertajaya.
Ken
Arok menikahi Ken Dedes yang sudah memiliki putra hasil perkawinan dengan
Tunggul Ametung bernama sang Panji Anengah Anusapati. Keputusan menikahi Ken
Dedes merupakan setrategi Ken Arok mendapatkan dukungan para penganut Boddha.
Pernikahan itu mendapat restu Pandita Purwawidada. Ken Arok bertambah kokoh.
Pada 1204M Ken Arok nekad tidak menghadiri pertemuan agung di istana
Daha. Sikap itu tentu saja bikin raja Kertajaya murka. Sebagai pejabat bawahan
Panjalu, Ken Arok berani mbalela pada titah sang raja. Suasana
tentu memanas. Tetapi Ken Arok telah menyiapkan segala sesuatunya.
Setelah kuat dukungan dari para pengikut maupun para pandita Siwa dan
Boddha, pada awal 1205M, disaksikan para pemuka agama Siwa dan Boddha, Ken Arok
memisahkan diri dari Panjalu, mengubah Tumapel sebagai kerajaan merdeka,
menobatkan sebagai raja penerus kejayaan Jenggala, mengambil gelar abhiseka Sri
Ranggah Rajasa sang Amurwabhumi.
Beberapa bulan kemudian, masih pada 1205M, Ranggah
Rajasa melancarkan serangan pertama ke Panjalu Daha.
Raja Kertajaya yang tidak menduga serangan itu terpaksa
menyingkir ke selatan sungai Brantas, mendapat perlindungan penduduk bhumi
Lawadhan, Tulungagung sekarang.
Sampai akhirnya Sri Kertajaya berhasil menduduki kembali
singgasana istana Daha setelah penduduk Lawadan mengusir pasukan Ranggah
Rajasa. Sebagai balas jasa atas segala pertolongan agung itu, 18 Nopember
1205M, raja Kertajaya menganugerahi desa atau thani Lawadan sebagai sima
perdikan kerajaan.
Meski serbuan pertama gagal menjungkalkan Kertajaya,
Ranggah Rajasa tidak menghentikan upayanya menaklukkan Panjalu Daha. Sejak
1205M, kekuatan Tumapel yang merupakan bentuk baru kerajaan Jenggala bangkit
mengemuka gigih menenggelamkan Panjalu Daha. Tumapel mengokohkan
kekuatan di timur gunung Kawi, menaklukkan beberapa kerajaan yang dulu pernah
menjadi bawahan Jenggala.
Sampai
1210M, para putra Ranggah Rajasa sudah lahir baik dari permaisuri Ken Dedes
maupun selir Ken Umang. Pararaton menulis, dari permaisuri Ken Dedes, Ranggah
Rajasa Ken Arok menurunkan Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Guning Bhaya,
dan Dewi Rimbi. Sementara dari Ken Umang, Ranggah Rajasa menurunkan Panji
Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan Wregola, dan Dewi Rimbu.
Sementara itu para
pandita Siwa dan Boddha dari daerah Panjalu lebih mendukung pemerintahan
Ranggah Rajasa di Jenggala Kutaraja. Itu karena di Kutaraja berdiam mahapandita
Lohgawe yang memiliki nama besar di tanah Jawa dan juga mahapandita
Purwawidada, pandita Boddha Mahayana yang mendukung Ken Arok.
Ketika Ken Arok berkuasa di Tumapel, Tunggul Ametung masih
memiliki banyak pengikut dan beberapa saudara. Keberadaan mereka mendapat
perhatian khusus dari Ken Arok. Raja Tumapel ini berusaha menjalin hubungan
baik dengan para pengikut dan keluarga Tunggul Ametung. Setrategi yang kemudian
dilakukan adalah menjodohkan putri bungsunya dari permaisuri Ken dedes yaitu
Dewi Rimbi. Calon menantunya siapa lagi kalau bukan Mapanji Anusapati, putra
sulung pasangan Tunggul Ametung dan Ken
Dedes. Anusapati putra tiri Ken Arok. Merupakan yang tertua dari semua
keturunan Ken Arok dan Ken Dedes.
Pada sekitar 1221M
Ken Arok menikahkan Anusapati dengan Dewi Rimbi.
Ini penyatuan darah Ken Arok, Tunggul Ametung, dan Ken Dedes. Sungguh upaya
cerdik. Pada waktu menikah, Anusapati berusia sekitar 19 tahun sementara
Dewi Rimbi berusia sekitar 13 tahun.
Penafsiran bahwa
Anusapati menjadi menantu Ken Arok berdasarkan berita Negarakertagama dan
prasasti Mula Malurung 1255M.
Kakawin Negarakertagama pupuh
41/1 menulis:
bhatara sang anusanatha wka de bhatara sumilih wisesa siniwi. Artinya: bhatara anusanatha, putera Bhatara, berganti menguasai tahta.
bhatara sang anusanatha wka de bhatara sumilih wisesa siniwi. Artinya: bhatara anusanatha, putera Bhatara, berganti menguasai tahta.
Bhatara sang anusanatha
adalah tokoh yang dalam serat Pararaton ditulis sebagai Anusapati. Anusanatha
artinya sama dengan anusapati atau anusaraja. Meski ada kemungkinan punya nama
lain, selama ini para sejarawan cenderung mengenalnya sebagai Anusapati, putra
kandung pasangan Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Wka berasal dari kata weka,
artinya putra laki. Bhatara Sang Anusanatha wka de bhatara, artinya bhatara
Sang Anusanatha putra dari bhatara Kagenengan Ranggah Rajasa Ken Arok. Bhatara
Kagenengan adalah gelar anumerta Ranggah Rajasa karena didarmakan di
Kagenengan.
Kemudian
berita prasasti Mula Malurung 1255M menyebut pendiri Tumapel Batara Siwa sang mokta
ring dampar kencana adalah kakek Seminingrat. Batara Siwa adalah
gelar anumerta Ranggah Rajasa. Ungkapan wafat di dampar kencana maksudnya bahwa
Ranggah Rajasa pendiri kerajaan Tumapel —bukan kadipaten Tumapel— yang wafat secara tidak wajar, terbunuh tanpa
diketahui siapa dalang dan pelakunya.
Penegasan mapanji Seminingrat dalam prasasti Mula Malurung yang menyebut
sebagai cucu Batara Siwa itu mengandung makna bahwa ibu Mapanji Seminingrat
atau permaisuri Sri Maharaja Anusapati adalah putri Ranggah Rajasa.
Jika Sri Maharaja Anusapati bukan menantu Ranggah Rajasa, sangat tidak
pantas Mapanji Seminingrat mengaku cucu Ranggah Rajasa, yang lebih pantas
mengaku cucu Tunggul Ametung. Berdasarkan Pararaton yang tepat sebagai kakek
Seminingrat memang Tunggul Ametung.
Dengan demikian disimpulkan, berdasarkan sumber berita Pararaton,
Negarakertagama, prasasti Mula-Malurung, Anusapati adalah putra tiri sekaligus
putra mantu Ranggah Rajasa sang Amurwabhumi.
Anusapati dan permaisuri Dewi Rimbi menurunkan Mapanji Seminingrat dan
Dewi Seruni. Seminingrat menikah dengan Waning Hyun, menurunkan Kertanegara,
Turukbali, dan Cakreswara. Sementara Dewi Seruni menikah dengan Sastraraja lalu
menurunkan Jayakatwang. Kembali ke sejarah Ranggah Rajasa Ken Arok setelah
pernikahan Dewi Rimbi dengan Anusapati.
Setrategi politik perkawinan yang dilakukan Ranggah Rajasa berhasil
menyatukan kekuatan Tumapel Jenggala. Upaya cerdik ini cukup ampuh meredam
kekuatan darah Tunggul Ametung, utamanya di daerah Katandan Sakapat Kalangbret Brang
Kidul Tulungagung.
Pada 1222M, pasukan Siwa dan Boddha pimpinan Ranggah Rajasa bergerak
melintasi lembah gunung Kelud di utara sungai Brantas. Di padang
Ganter atau sekarang kecamatan Nganteru, Tulungagung, bertemu pasukan Panjalu
Daha yang menganut Wisnu. Kekuatan Siwa dan
Boddha bersatu hantam kekuatan Wisnu. Pasukan
besar Tumapel berhasil menggulung kekuatan Panjalu. Istana Daha jatuh ke tangan
Ranggah Rajasa sang putra Girindra.
Maka sejak 1222M, Panjalu menjadi daerah kekuasaan
Tumapel. Kakawin Decawarnanna menyebutkan, setelah menaklukkan Kertajaya,
Rangga Rajasa menempatkan Jayasabha, putra Kertajaya, di Kadiri. Jadi setelah Tumapel berhasil menjadi negara
kesatuan, Ranggah Rajasa mengambil kebijakan menempatkan salah satu keturunan
Kertajaya sebagai upaya mencegah pembalasan dari keturunan raja Kertajaya.
Sementara itu Ken Arok menobatkan seluruh putra kandungnya dari permaisuri
Ken Dedes sebagai anggota mahamentri Katrini. Sebagai yang tertua, Mahisa Wonga Teleng pantas menduduki jabatan
Mahamentri hino atau putra makhota pertama disusul adiknya Panji Saprang
sebagai mahamentri sirikan, lalu Guning Bhaya sebagai mahamentri halu. Karena
Anusapati adalah suami dari Dewi Rimbi, Anusapati pantas diangkat sebagai
mahamentri halu jika kelak Mahisa Wonga Teleng naik tahta.
Berdasarkan Pararaton, Ranggah Rajasa sang Amurwabhumi
wafat pada hari Kamis Pon, Minggu Landep, saat sedang makan, pada waktu senja,
saat matahari sudah terbenam, ketika orang sudah menyiapkan pelita pada
tempatnya, pada tahun 1168 saka atau 1246M. Penyebab wafatnya karena terbunuh oleh seorang Pengalasan
dari Batil atas perintah Anusapati, lalu didarmakan di Kagenengan.
Berdasarkan
pembacaan Prasasti Mula Malurung bertarikh 1255M, Ranggah Rajasa disebut
sebagai Batara Siwa, pendiri kerajaan Tumapel yang wafat di dampar kencana atau
Batara Siwa sang Mokta Ring Dampar Kancana. Batara Siwa merupakan gelar
anumerta Ranggah Rajasa alias Ken Arok.
Ungkapan ‘Batara
Siwa, pendiri kerajaan Tumapel yang wafat di dampar kencana’ dalam prasasti ini
sangat cocok jika dihubungkan dengan berita Pararaton yang menyebut sebab
wafatnya Ranggah Rajasa akibat pembunuhan yang dilakukan seorang Pengalasan
dari Batil atas perintah Anusapati.
Ungkapan wafat
di dampar kencana mengandung arti bahwa sang raja wafat secara tidak wajar atau
terbunuh. Sementara sesungguhnya siapa pembunuhnya, tidak diketahui. Karena
yang kemudian bertahta di Tumapel adalah Anusapati, maka penulis Pararaton
membuat kisah yang menyebut Anusapatilah dalang pembunuhan itu. Terkait tahun
wafatnya, kiranya yang paling cocok berita Negarakertagama.
Berdasarkan
Negarakertagama, Ranggah Rajasa wafat pada 1227M dan mendapat gelar anumerta
Batara Siwa, dicandikan sebagai Siwa di
Kagenengan, disebut pula sebagai Batara Kagenengan, dan didarmakan di Usaha sebagai Boddha.
Ranggah Rajasa Ken Arok penganut Siwa, tapi didarmakan pula sebagai Boddha.
Menunjukkan maharaja pertama kerajaan Tumapel ini sangat dihormati kalangan agama
Boddha.
================
SIWI SANG
Prasasti yang anda maksud mungkin prasasti kemulan yang berangka tahun 1116 saka yang nyebutkan diserang kerajaan dari sebelah timur dan meninggalkan istana katang katang. Prasasti lawadan hanya menyebutkan anugrah sima dan hak hak istimewa untuk warga lawadan dan memang prasasti terakhir yang sampai kepada kita dari kertajaya sebelum akhirnya diserang ken angrok pada tahun 1144 saka.
ReplyDeleteprasasti Lawadhan memang ada sebagian kalimatnya yang aus. beberapa sejarawan seperti pak Dwi Cahyono yang meneliti prasasti Lawadan dalam rangka penentuan hari jadi Tulungagung kalo ndak keliru berpendapat atau menafsirkan bahwa latar belakang keluarnya prasasti Lawadan karena sebelumnya raja kertajaya mendapat pertolongan besar dari penduduk lawadan ketika kerajaannya diserang musuh dari timur.
DeletePrasasti kemulan lebih jelas menyebut hana satru sangke purwwa.
Kiranya beberapa prasasti di selatan brantas termasuk prasasti Lawadan di Tulungagung punya latar belakany yang tidak jaug beda yaitu keluar setelah terjadi suatu pergolakan politik antara panjalu kediri dengan Janggala di timur gunung Kawi.
terimakasih. sebelumnya saya sampaikan, berharap komentar berikutnya tidak lagi menggunakan nama Anonil supaya lebih enak berbagi tanggapan.
ReplyDeletesaya berharap komentar tidak lagi menggunakan nama anonim. terimakasih.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletenggih pak Sanyoto. Niki email saya: siwisangnusantara@gmail.com
ReplyDeletesuwun.
Pak Siwi kalau arti nama dari Rajasa Sang Amurwabhumi itu apa ya ? maturnuwun sakderengipun
ReplyDeletePak Siwi kalau arti nama Rajasa Sang Amurwabhumi itu apa ya ? maturnuwun
ReplyDeleteRajasa Sang Amurwabhumi kiranya hampir sama maknanya dengan HAMENGKUBUWANA atau PAKUBUMI. Yang lebih sebagai penggambaran betapa besar kekuasaannya saat menjadi seorang raja. saya belum menemukan makna yang lebih jelas terkait makna Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi yang dimiliki Ken Arok. terimakasih.
Delete